Selasa, 15 Juni 2010

GANGGUAN KOMUNIKASI

Apa yang dimaksud dengan gangguan komunikasi?

Yang dimaksud dengan gangguan komunikasi meliputi berbagai lingkup masalah yaitu gangguan bicara, bahasa, dan mendengar. Gangguan bahasa dan bicara melingkupi gangguan artikulasi, gangguan mengeluarkan suara, afasia (kesulitan menggunakan kata-kata, biasanya karena memar atau luka pada otak), dan keterlambatan di dalam berbicara atau berbahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa tergantung dari beberapa penyebab, termasuk di dalamnya adalah faktor lingkungan atau gangguan pendengaran.

Berapa banyak anak memiliki gangguan komunikasi?

Gangguan wicara pada anak adalah salah satu kelainan yang sering dialami oleh anak-anak dan terjadi pada 1 dari 12 anak atau 5 – 8 % dari anak-anak presekolah. Hal ini mencakup gangguan berbicara (3%) dan gagap (1%). Konsekuensi yang diambil pada gangguan wicara yang terlambat ditangani adalah perubahan yang signifikan dalam hal tingkah laku, gangguan kejiwaan, kesulitan membaca, dan gangguan prestasi akademik

termasuk penurunan prestasi di sekolah sampai drop-out. Sampai saat ini, gangguan wicara pada anak merupakan masalah yang sulit terdeteksi pada pusat pelayanan primer.

Gangguan pendengaran bervariasi sekitar 5% dari anak usia sekolah dengan level pendengaran di bawah normal. Dari jumlah ini, 10-20% memerlukan pendidikan khusus. Sekitar 1/3 dari anak yang memiliki gangguan penden

garan, bersekolah di sekolah biasa, 2/3 dari mereka memasuki pendidikan khusus atau sekolah luar biasa untuk tuna rungu.

Apa penyebab gangguan komunikasi?

Banyak gangguan komunikasi muncul dari kondisi lain seperti gangguan pembelajaran, cerebral palsy, retardasi mental, atau sumbing bibir dan palatum. Anak dengan keterlambatan bicara memiliki gangguan pengucapan, yang berarti terdapat komunikasi tidak efektif pada area otak yang bertanggungjawab untuk berbicara. Anak dapat mengalami kesulitan di dalam menggunakan bibir, lidah, dan rahang untuk memproduksi suara. Tidak mampu berbicara dapat merupakan masalah satu-satunya atau dapat diikuti dengan masalah lainnya seperti kesulitan menelan. Keterlambatan berbicara dapat mengindikasikan keterlambatan perkembangan.

Gangguan pendengaran umumnya berkaitan dengan keterlambatan berbicara, bila anak memiliki gangguan pendengaran, dia juga dapat memiliki gangguan mengerti pembicaraan dan gangguan menirukan dan menggunakan bahasa. Gangguan pendengaran terbagi atas gangguan pendengaran parsial dan ketulian total. Ketulian dapat didefinisikan sebagai kesulitan berkomunikasi secara auditori atau memerlukan alat bantuan berupa amplifikasi. Terdapat 4 tipe dari gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran konduktif yang disebabkan penyakit atau sumbatan pada liang telinga maupun telinga tengah, biasanya dapat dibantu dengan hearing aid. Gangguan pendengaran sens

orineural terjadi Karena kerusakan pada sel rambut sensori dari telinga dalam atau kerusakan dari saraf telinga, umumnya tidak dapat dibantu dengan hearing aid. Gangguan pendengaran campuran yaitu kombinasi gangguan dari telinga luar atau telinga tengah, dan telinga dalam. Gangguan pendengaran sentral yang berasal dari kerusakan saraf atau otak.

Apa karakteristik dari anak-anak dengan gangguan komunikasi?

Bayi yang tidak berespon dengan suara atau tidak bisa’bubbling’ atau mengoceh merupakan hal yang perlu diperhatikan. Pada usia 12-24 bulan, perhatian lebih perlu diberikan pada anak dengan :

  • Tidak dapat menggunakan bahasa tubuh seperti menunjuk atau melambai pada usia 12 bulan
  • Memilih bahasa tubuh dibandingkan vokalisasi untuk berkomunikasi pada usia 18 bulan
  • Memiliki kesulitan menirukan suara atau kata pertama tidak muncul pada usia 18 bulan

Pada anak usia lebih dari 2 tahun, anda harus mencari bantuan apabila :

  • Hanya dapat mengulang kata atau suara tanpa mampu menghasilkan kata atau kalimat sendiri
  • Hanya mengucapkan beberapa kata atau suara berulang-ulang
  • Tidak dapat mengikuti petunjuk sederhana
  • Memiliki suara yang tidak biasa (suara hidung)
  • Lebih sulit dimengerti dibandingkan sebayanya, orangtua dan pengasuh sebaiknya mengerti separuh dari yang diucapkan anak pada usia 2 tahun, sekitar ¾ dari yang diucapkan pada anak 3 tahun, dan pada usia 4 tahun, anak anda seharusnya sudah dapat dimengerti seluruh kata-kata yang dia keluarkan

Anak dengan keterlambatan bicara dan bahasa memiliki berbagai karakteristik termasuk ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk, lambat dalam berbicara, kesulitan artikulasi, dan kesulitan dalam membuat kalimat.

Gagap adalah gangguan dalam berbicara atau lambat di dalam berbicara, umumnya muncul antara usia 3-4 tahun dan dapat berkembang menjadi kasus yang kronik apabila tidak ditangani secara adekuat. Gagap dapat secara spontan menghilang pada usia remaja, namun terapi bicara dan bahasa sebaiknya dilakukan sebelumnya.

Anak dengan kemungkinan gangguan pendengaran dapat muncul dengan kurangnya kemampuan pendengaran, perlunya pengulangan pertanyaan sebelum dapat menjawab yang benar, berbicara dalam kata-kata yang kurang tepat, atau mengalami kebingungan dalam diskusi. Deteksi dan diagnosis dini gangguan pendengaran sebaiknya segera dilakukan dan ditangani dengan segera.

Apa yang harus dilakukan pada anak dengan gangguan komunikasi?

Apabila anda atau dokter anak anda mencurigai adanya gangguan komunikasi, maka evaluasi dini oleh profesional sebaiknya segera dilakukan. Suatu evaluasi yang dilakukan oleh ahli patologi bicara dan bahasa diantaranya adalah melihat kemampuan berbicara dan berbahasa anak anda menggunakan tes dan skala yang sudah distandarisasi. Ahli patologi tersebut juga akan mengamati apa yang anak mengerti, apa yang anak dapat katakan, komunikasi bahasa tubuh seperti menunjuk, menggeleng, dan status oral-motor anak (bagaimana bentuk bibir, lidah, langit-langit mulut, apakah mereka dapat bekerjasama di dalam berbicara, makan, dan menelan).

Apabila ahli tersebut menyatakan bahwa anak anda memerlukan terapi bicara maka keterlibatan orangtua sangat berperan. Suatu tim yang terdiri dari guru, terapis bicara dan bahasa, audiologis, dan orangtua diperlukan untuk menangani gangguan komunikasi pada anak. Amplifikasi mungkin dibutuhkan pada anak dengan gangguan pemdengaran. Anak yang tidak dapat dibantu dengan hearing aid memerlukan terapi yang dini, seperti penggunaan bahasa isyarat dan membaca bibir yang dapat membantu komunikasi mereka.

Orangtua dapat membantu untuk mengevaluasi dan mengamati perkembangan komunikasi anak dengan cara memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan anak, meskipun anak masih bayi, berbicara dan menyanyi pada anak dapat merangsang peniruan suara dan bahasa tubuh; bacalah buku untuk anak anda, dimulai pada usia anak 6 bulan dengan buku yang sesuai dengan usia anak; gunakan kehidupan sehari-hari untuk melatih bicara anak, yang berarti berbicaralah sepanjang hari seperti sebutkan nama-nama makanan di supermarket, jelaskan apa yang anda lakukan ketika anda memasak atau membersihkan ruangan, tunjuk benda-benda di sekitar rumah, dan yang terakhir adalah tanyakan kembali pengetahuan yang sudah anda berikan atau lihat respon anak anda.

GANGGUAN FONOLOGIS PADA ANAK

Gangguan fonologis adalah gangguan dimana anak bicaranya tidak jelas atau sulit ditangkap. Sehingga ucapan anak saat berbicara menjadi kurang atau tidak sempurna. Pada anak usia 2-3 tahun, gangguan ini masih di anggap wajar karena tergolong gangguan perkembangan. Dengan bertambahnya usia anak, diharapkan gangguan ini bisa diatasi dengan pemeriksaan oleh dokter ahli THT, ahli saraf anak, terapis bicara.

Gangguan fonologis lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Sekitar 3% dari anak-anak pra-sekolah dan 2% dari anak usia 6-7 tahun memiliki kelainan ini, sedangkan yang berusia 17 tahun, hanya 0,5%.

Gangguan ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu ringan dan berat. Yang tergolong ringan, saat usia 3 tahun si anak belum bisa menyebut bunyi L, R, atau S. Sehingga kata mobil disebut mobbing, lari disebut lali, mata disebut aa.

Menurut Dra. Mayke S. Tedjasaputra, “biasanya gangguan ini akan hilang dengan bertambah usia anak atau bila kita melatihnya dengan membiasakan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Hanya saja, untuk anak yang tergolong “pemberontak” atau negativistiknya kuat, umumnya enggan dikoreksi. Sebaiknya kita tidak memaksa meski tetap memberitahu yang benar dengan mengulang kata yang dia ucapkan”. Misalnya, “Ma, yuk, kita lali-lali!”, segera timpali, “Oh, maksud Adik, lari-lari”. Sedangkan yang tergolong berat, anak menghilangkan huruf tertentu atau mengganti huruf dan suku kata. Misal, toko jadi toto atau stasiun jadi tatun. “Pengucapan” semacam ini akan sulit ditangkap oleh orang lain.


PENYEBAB GANGGUAN FONOLOGIS PADA ANAK

Gangguan fonologis pada anak bisa disebabkan oleh..

  • Faktor keturunan

Sebagian besar anak-anak yang mengalami gangguan fonologis mempunyai saudara dengan kelainan yang sama.

  • Faktor usia

Usia anak yang belum mencukupi menyebabkan alat bicara atau otot-otot yang digunakan untuk berbicara (speech motor) belum lengkap atau belum berkembang sempurna; dari susunan gigi geligi, bentuk rahang, sampai lidah yang mungkin masih kaku.

  • Gangguan pendengaran

Bila anak tidak bisa mendengar dengan jelas, otomatis perkembangan bicaranya terganggu.

  • Faktor lingkungan

Bila lingkungan sekitar anak, tidak atau kurang melatih anak untuk berbicara secara benar. Maka, dapat menyebabkan anak tersebut mengalami gangguan fonologis.

  • Keterbelakangan mental

Umumnya anak yang memiliki keterbelakangan mental, perkembangan bicaranya akan terganggu. Bila gangguan neurologis yang menjadi penyebabnya, berarti ada fungsi susunan saraf yang mengalami gangguan.

Kriteria diagnostik gangguan fonologis

  • gagal untuk menggunakan suara yang semsetinya sesuai dengan fonem dan konsonannya,
  • kesulitan untuk memproduksi suara sehingga mengganggu dalam akademik dan komunikasi sosial,
  • jika terdapat MR, defisit motorik bicara atau sensorik, kesulitan untuk pemusatan lingkungan, mempunyai kesulitan bahasa melebihi gangguan fonologis biasa.

Daftar Pustaka :

Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J, Grebb, Jack A. (2002). Sinopsis psikiatri ilmu pengetahuan psiatri klinis. Jakarta : Binarupa Aksara.

PENGERTIAN GANGGUAN GAGAP

Gagap adalah suatu gangguan bicara yakni seseorang akan memperpanjang atau mengulang kata, suku kata atau frase dalam berbicara. Orang yang gagap akan lebih sulit untuk berbicara lancar jika mengalami stres, kelelahan atau berbicara di depan orang banyak. Tapi kebanyakan orang yang gagap akan lebih mudah berbicara jika dalam suasana yang santai.

Beberapa tanda yang biasa ditunjukkan oleh orang yang mengalami gagap adalah memiliki masalah saat memulai sebuah kata, frase atau kalimat, mengulangi kata atau suku kata, mata berkedip dengan cepat, bibir gemetar, muka seperti mengencang saat ingin berbicara, menggunakan kata seperti ‘ehmmm’ lebih sering dan rahang gemetar.

Seperti dikutip dari Medicalnewstoday, Jumat (22/1/2010) para ahli belum sepenuhnya yakin mengenai penyebab gagap. Tapi diduga seseorang yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan gagap, kemungkinan bisa menjadi salah satu faktor risiko.

Berikut adalah beberapa faktor yang mungkin bisa menyebabkan gagap, yaitu:

1. Faktor perkembangan.
Anak kecil yang hingga usia 3,5 tahun masih terbata-bata dalam berbicara, ada kemungkinan bisa mengakibatkan gangguan gagap hingga dewasa nanti. Jika sejak awal kemampuan berbahasanya tidak cukup berkembang, hal ini bisa menghambat perkembangan sehingga akan terjadi keterlambatan berbicara.

2. Faktor neurogenik.
Gagap bisa terjadi ketika sinyal antara otak, saraf berbicara dan otot tidak bekerja dengan benar. Hal ini bisa mempengaruhi anak-anak, orang dewasa serta orang yang setelah terkena stroke atau cedera otak.

3. Faktor psikologis.
Alasan utama terjadinya gagap dalam jangka waktu yang panjang adalah akibat beberapa faktor psikologis yang dapat memperburuk kondisinya seperti stres, malu, cemas atau rendah diri.

Jika gagap yang dialami telah sangat mengganggu aktivitas serta melibatkan emosional seperti menjadi takut untuk bertemu orang, menimbulkan efek buruk pada kesehatan serta frekuensinya semakin sering, sebaiknya segera konsultasikan dengan ahli untuk mendapatkan pertolongan.

Gagap adalah suatu gangguan bicara di mana aliran bicara terganggu tanpa disadari oleh pengulangan dan pemanjangan suara, suku kata, kata, atau frasa; serta jeda atau hambatan tak disadari yang mengakibatkan gagalnya produksi suara. Umumnya, gagap bukan disebabkan oleh proses fisik produksi suara (lihat gangguan suara) atau proses penerjemahan pikiran menjadi kata (lihat disleksia). Gagap juga tak berhubungan dengan tingkat kecerdasan seseorang. Di luar kegagapannya, orang yang gagap umumnya normal.
Gangguan ini juga bersifat variabel, yang berarti bahwa pada situasi tertentu, seperti berbicara melalui telpon, tingkat kegagapan dapat meningkat atau menurun. Walaupun penyebab utama gagap tidak diketahui, faktor genetik dan neurofisiologi diduga berperan atas timbulnya gangguan ini. Banyak teknik terapi bicara yang dapat meningkatkan kefasihan bicara pada beberapa orang.
Salah satu teknik terbaru dalam penyembuhan ini adalah dengan pijat syaraf bicara di sekitar wajah, mulut dan leher seseorang yang gagap. Seseorang yang gagap mempunyai kecenderungan untuk tidak berbicara dalam kesehariannya. Hal ini menyebabkan otot dan syaraf bicaranya menjadi kaku, sehingga mulut menjadi lebih sulit digerakkan.
Setelah otot dan syaraf gagap lentur karena dipijat, barulah sang gagaap ini diberikan terapi bicara sesuai dengan usianya. Tentu saja terapi bicara bagi anak, berbeda dengan terapi bicara anak-anak. Bagi seseorang yang menderita gagap karena genetika, disarankan untuk selalu memijat syaraf ini setiap hari.
Gagap merupakan gangguan bicara, dengan indikasi tersendatnya pengucapan kata-kata atau rangkaian kalimat. Kelainan ini dapat berupa kehilangan ide untuk mengeluarkan kata-kata, pengulangan beberapa suku kata, kesulitan mengeluarkan bunyi pada huruf-huruf tertentu, sampai dengan ketidakmampuan mengeluarkan kata-kata sama sekali.

Gagap biasanya berhubungan dengan masalah kepercayaan diri dan mudah gugup. Apabila seorang penderita gagap berhadapan dengan situasi atau seseorang yang membuatnya gugup, maka reaksi pada tubuh yang sering terjadi adalah ketegangan yang terlihat saat berbicara yang dibarengi oleh gerakan-gerakan wajah, gerakan kaki, tangan, dan sebagainya.

Ditemukan Gen Penyebab Gagap



Para ilmuwan menyatakan berhasil menemukan tiga gen yang kemungkinan menyebabkan seseorang menderita gagap.

Sebelumnya gagap dianggap sebagai penyakit keturunan.

Kini para ilmuwan menduga mutasi yang terkait kelainan metabolisme mungkin dapat pula mempengaruhi sebagian fungsi otak manusia.

Penelitian sejumlah kasus ini dilakukan di Pakistan, Amerika Serikat dan Inggris dan diterbitkan di New England Journal of Medicine.

Gagap menimpa pada sekitar 1% orang dewasa di seluruh dunia.

Mereka yang menderita gagap sering kali mengulang kata atau suku kata sehingga mempengaruhi aliran bicara mereka.

Bantuan dini pada saat anak mulai gagap bisa mengatasi masalah ini, sementara terapi untuk orang dewasa mencakup upaya mengurangi kecemasan dan latihan bernafas untuk meningkatkan kemampuan bicara.

Namun tim dari Institute Tuna Rungu dan Gangguan Komunikasi lain, National Institute on Deafness and Other Communication Disorders (NIDCD) berharap temuan ini akan membuka perawatan baru.

Masalah metabolisme

Para peneliti menemukan bahwa satu dari tiga gen penderita yang diperiksa mengalami mutasi.

Dua dari tiga gen itu, GNPB dan GNPTG, dikaitkan dengan dua penyakit terkait metabolisme.

Gangguan yang disebut lyposomal storage disorders, kelainan penyimpanan lyposomal, itu menyebabkan bahan berbahaya yang dapat menyebabkan gangguan penyakit, termasuk otak, tertimbun

“Selama ratusan tahun, penyebab gagap menjadi misteri bagi para peneliti dan pakar medis,” kata James Battey, kepala NIDCD.

“Penelitian ini adalah yang pertama mengangkat mutasi gen sebagai penyebab gagap, dan langkah ini dapat memperluas cara perawatan.”

Gangguan metabolisme ini dapat dirawat dengan suntikan enzim yang khusus dibuat untuk menggantikan enzim yang tidak dapat diproduksi tubuh.

Bila gagap disebabkan oleh gangguan yang sama, pengobatan seperti ini diperkirakan dapat berhasil.

Asosiasi Gangguan Gagap Inggris, British Stammering Association, menyambut penemuan ini.

“Penelitian ini merupakan rangkaian penemuan terbaru yang menghapus fakta bahwa penyebab gagap adalah kejiwaan – satu gejala dimana bagian otak untuk berbicara tidak berfungsi secara normal,” kata direktur asosiasi itu, Norbert Lieckfeldt.

“Selain menemukan cara perawatan baru, kami berharap penelitian ini juga dapat mengungkap anak-anak yang memiliki risiko gagap sehingga mereka segera mendapatkan terapi.


Gagap, Bisakah Diobati?

Gangguan bicara terbata-bata atau gagap sering dilakukan komedian untuk memancing tawa. Tapi sebenarnya orang yang gagap tidak boleh dianggap sepele dan harus mendapat bantuan profesional. Bisakah gagap disembuhkan?
Gagap adalah suatu gangguan bicara yakni seseorang akan memperpanjang atau mengulang kata, suku kata atau frase dalam berbicara. Orang yang gagap akan lebih sulit untuk berbicara lancar jika mengalami stres, kelelahan atau berbicara di depan orang banyak. Tapi kebanyakan orang yang gagap akan lebih mudah berbicara jika dalam suasana yang santai.
Beberapa tanda yang biasa ditunjukkan oleh orang yang mengalami gagap adalah memiliki masalah saat memulai sebuah kata, frase atau kalimat, mengulangi kata atau suku kata, mata berkedip dengan cepat, bibir gemetar, muka seperti mengencang saat ingin berbicara, menggunakan kata seperti ‘ehmmm’ lebih sering dan rahang gemetar.
Seperti dikutip dari Medicalnewstoday, Jumat (22/1/2010) para ahli belum sepenuhnya yakin mengenai penyebab gagap. Tapi diduga seseorang yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan gagap, kemungkinan bisa menjadi salah satu faktor risiko.
Berikut adalah beberapa faktor yang mungkin bisa menyebabkan gagap, yaitu:
1. Faktor perkembangan.
Anak kecil yang hingga usia 3,5 tahun masih terbata-bata dalam berbicara, ada kemungkinan bisa mengakibatkan gangguan gagap hingga dewasa nanti. Jika sejak awal kemampuan berbahasanya tidak cukup berkembang, hal ini bisa menghambat perkembangan sehingga akan terjadi keterlambatan berbicara.
2. Faktor neurogenik.
Gagap bisa terjadi ketika sinyal antara otak, saraf berbicara dan otot tidak bekerja dengan benar. Hal ini bisa mempengaruhi anak-anak, orang dewasa serta orang yang setelah terkena stroke atau cedera otak.
3. Faktor psikologis.
Alasan utama terjadinya gagap dalam jangka waktu yang panjang adalah akibat beberapa faktor psikologis yang dapat memperburuk kondisinya seperti stres, malu, cemas atau rendah diri.
Jika gagap yang dialami telah sangat mengganggu aktivitas serta melibatkan emosional seperti menjadi takut untuk bertemu orang, menimbulkan efek buruk pada kesehatan serta frekuensinya semakin sering, sebaiknya segera konsultasikan dengan ahli untuk mendapatkan pertolongan.
Perawatan yang diberikan untuk orang yang gagap adalah mengajarkannya keterampilan, strategi serta perilaku yang bisa membantunya berkomunikasi, yaitu:
1. Mengontrol kemampuan berbicaranya.
Melatihnya berbicara secara perlahan-lahan dengan menggunakan kalimat atau frase yang pendek sambil diajarkan meregangkan antara vokal dan konsonan. Jika teratur dilakukan dalam jangka waktu panjang, maka tingkat keberhasilannya bisa tinggi serta mencegah kekambuhan.
2. Mengontrol pernapasan.
Seseorang diajarkan bagaimana mengatur dan mengendalikan pernapasannya serta artikulasi antara bibir, rahang dan lidah.
3. Terapi modifikasi gagap.
Tujuan dari terapi ini adalah untuk memodifikasi gagap agar bisa dikendalikan dan bukan menghilangkannya, seperti mengatasi kecemasan atau ketakutan yang bisa memperparah kondisi.
Terapi ini mencakup 3 tahap, yaitu mengidentifikasi perilaku inti dan sekunder yang menyertai gagap, berlatih mengurangi rasa takut dan cemas sehingga dapat mencegah bicara gagap yang parah serta memodifikasi dengan berlatih mengulang-ngulang kata dan mengantisipasi kata yang dapat sulit diucapkan.
Sekitar 90 persen orang yang gagap bisa diobati dengan baik serta mengurangi tingkat kekambuhannya jika melakukan terapi dengan baik dan teratur.

Gangguan Otak Asal Gagap

“MMMAMAMMAU, pppepeppesan pppappasta,” itu suara Suheri saat memesan makanan di sebuah kafe di Jakarta Selatan. Ayah satu putri itu bukan sedang menirukan pelawak sinetron komedi yang lagi naik daun, Muhammad Azis. “Saya memang paling susah menyebut kata yang diawali huruf m dan p,” katanya.

Sementara Azis cuma berperan di televisi, Heri, 35 tahun, benar-benar penderita gagap. “Yang membuat saya resah, justru kini putri saya juga gagap, padahal dulunya enggak ketahuan,” ujarnya.

Heri tergolong keluarga gagap. Ayah dan dua saudara kandungnya juga gagap. “Yang paling parah saya dan adik bungsu. Bapak saya sudah mulai berkurang,” katanya.

Eksekutif muda yang bekerja di sebuah perusahaan swasta asing itu dulu merasa sangat terganggu. Apalagi ketika masih SMA disuruh membaca lantang. “Itulah masa yang paling saya takuti,” ujar Heri. Semakin takut dan bingung, bicaranya semakin terbata-bata, ya, gagap kambuh.

Kasus Heri, yang menjadi gagap hingga dewasa, termasuk langka. Menurut Vivien Puspitasari, dokter saraf Rumah Sakit Siloam Tangerang, yang paling sering ditemukan adalah gagap yang muncul pada usia prasekolah. Pada masa itulah anak memasuki periode perkembangan fungsi bahasa dan bicara. Karena itu, gagap pada usia ini disebut developmental stuttering atau gagap pada masa tumbuh-kembang, yang biasanya muncul sebelum usia 12 tahun, atau rata-rata usia 2 sampai 5 tahun. “Gagap dapat bersifat sementara atau menetap. Angka kejadian pada anak hanya 5 persen dan 1 persennya akan permanen sampai dewasa,” ujar lulusan spesialis saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

Menurut Purboyo Solek, dokter spesialis anak Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, gagap paling sering disebabkan faktor psikologis dan tingkat kecerdasan. “Ada hal-hal yang membuat perasaan dan emosi terganggu akibat sesuatu. Kemudian kalau diucapkan dengan kata atau kalimat jadi terbata-bata,” ujarnya.

Gangguan emosional, menurut dokter lulusan Universitas Padjadjaran, Bandung, itu, menyebabkan anak menjadi sulit bicara lancar. Dalam kasus anak yang sudah duduk di sekolah dasar, misalnya, gagap muncul karena si anak kesulitan mengerjakan tugas sekolah atau berkelahi dengan temannya. “Tidak nyaman di kelas, juga takut pada guru dan orang tua, bisa mengakibatkan gagap,” kata Purboyo.

Faktor lainnya berkaitan dengan tingkat kecerdasan. Menurut spesialis konsultan neurologi anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini, banyak pasien anak yang datang dengan tingkat kecerdasan di atas normal. “IQ-nya lebih dari 90-110. Kerja otaknya lebih cepat daripada bicaranya,” ujar Purboyo.

Dari jenis kelamin, anak laki-laki lebih banyak didera gagap. Rasionya tiga banding satu. Di Rumah Sakit Hasan Sadikin, dalam setahun Purboyo menerima paling banyak lima pasien gagap. Jumlah ini sangat sedikit dibanding pasien anak autis dan hiperaktif, yang mampir setiap hari.

Penyebab utama gagap, menurut Purboyo, bukan adanya kerusakan otak pada anak-anak. Dari pemeriksaan menyeluruh, pasien secara fisik tidak bermasalah, begitupun sarafnya. “Perkembangan mereka normal. Artinya, secara neurologis, pemeriksaan saraf, kami tidak menemukan apa-apa. Gangguan sensoris juga tak ada,” katanya.

Namun, menurut dokter Vivien, memang terdapat jenis gagap lain, yaitu acquired stuttering, jenis gagap yang terjadi pada orang yang sebelumnya tidak gagap. Gangguan ini disebabkan oleh adanya kerusakan di otak, stroke, cedera kepala, atau penyakit degenerasi otak seperti parkinson dan alzheimer. “Bentuk ini lebih jarang ditemukan,” ujarnya.

Menurut penelitian yang pernah dibaca dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan itu, ada pula gagap yang berhubungan dengan gangguan fungsional ataupun struktural pada ganglia basal-sekumpulan inti di otak manusia yang berhubung-hubungan dan memproduksi zat penting seperti dopamin.

Ganglia basal di dalam otak terletak di subkortikal, daerah di bawah cerebral cortex, otak bagian depan dalam struktur tengkorak manusia. Padahal struktur itu berfungsi mengontrol gerakan anggota tubuh, emosi, dan proses berpikir. Berbicara merupakan proses kompleks yang melibatkan struktur tersebut. Jika ada gangguan pada struktur ini, proses bicara jadi tersendat-sendat.

Gagap memang lebih sering dikaitkan dengan keadaan gugup, tegang, atau gelisah. Seperti dalam kasus Suheri tadi, gejala itu sebenarnya sudah ada sejak lahir. Menurut penelitian The National Institute on Deafness and Other Communication Disorders di Amerika Serikat, penyakit gagap merupakan penyakit turunan. Para peneliti menemukan ada tiga gen yang menyebabkan seseorang berbicara gagap.

Tiga gen itu ditemukan di Pakistan, Amerika Serikat, dan Inggris. Hasil analisis gen terhadap 123 orang gagap asal Pakistan, 270 asal Amerika, dan 276 asal Inggris menunjukkan ada tiga jenis mutasi gen yang menyebabkan seseorang berbicara terbata-bata. Gen tersebut juga berhubungan dengan beberapa penyakit metabolik, dan peneliti menemukan titik terang cara menonaktifkan gen tersebut.

Temuan itu sekaligus memungkinkan pengembangan obat baru yang bisa mematikan gen tersebut. Satu persen dari populasi dunia yang diketahui mengalami gagap dalam hidupnya akan bisa diatasi. “Dengan adanya temuan gen ini, tiga juta orang Amerika yang menderita gagap bisa disembuhkan,” kata direktur lembaga tersebut, James Battey, seperti yang dimuat Telegraph dua pekan lalu.

Menurut salah seorang peneliti lembaga tersebut, Dennis Drayna, terapi enzim dapat mengatasi gagap jenis itu. Nah, enzim inilah yang nantinya mematikan tiga gen yang selalu berhubungan dengan gangguan sel otak penyebab gagap. Penemuan ini tentu saja membawa harapan bagi Suheri, yang putrinya terkena gangguan yang sama. “Mmmumungkin, cucu saya enggak kena, pppepppepenyakit ini.”


TipS Mengobati Gagap

MENURUT dokter ahli saraf, Vivien Puspitasari, ada beberapa cara mengobati gagap, antara lain dengan obat seperti Haloperidol, Risperidon, Sertraline, dan Paroxetine. Selain itu, dengan terapi wicara oleh petugas khusus yang ahli dan dengan alat elektronik khusus. Atau terapi perilaku yang dapat dilakukan bila ditemukan gejala psikis. Namun ada pula yang sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Beberapa saran agar anak tidak gagap:

    • Lingkungan rumah seharusnya santai dan dapat memberi anak peluang untuk banyak berbicara.
    • Biarkan anak mengucapkan kata-kata, tidak peduli seberapa parah ia gagap. Dalam hal ini orang tua harus sabar. Jangan pernah mencoba melengkapi kalimat anak.
    • Orang tua harus bicara pelan dan santai. Ini akan mendorong anak melakukan hal yang sama.
    • Orang tua harus menghindari mengkritik anak ketika ia gagap.
    • Jangan menghukum anak bila gagap. Banyak orang tua yang melarang anaknya melanjutkan pembicaraan sebelum si anak bisa mengucapkan kata yang tergagap itu dengan lancar. Ini harus benar-benar dihindari.
    • Orang tua disarankan mendengarkan dengan penuh perhatian ketika anak berbicara.

PERAWATAN GANGGUAN GAGAP

Perawatan yang diberikan untuk orang yang gagap adalah mengajarkannya keterampilan, strategi serta perilaku yang bisa membantunya berkomunikasi, yaitu:

1. Mengontrol kemampuan berbicaranya.
Melatihnya berbicara secara perlahan-lahan dengan menggunakan kalimat atau frase yang pendek sambil diajarkan meregangkan antara vokal dan konsonan. Jika teratur dilakukan dalam jangka waktu panjang, maka tingkat keberhasilannya bisa tinggi serta mencegah kekambuhan.

2. Mengontrol pernapasan.
Seseorang diajarkan bagaimana mengatur dan mengendalikan pernapasannya serta artikulasi antara bibir, rahang dan lidah.

3. Terapi modifikasi gagap.
Tujuan dari terapi ini adalah untuk memodifikasi gagap agar bisa dikendalikan dan bukan menghilangkannya, seperti mengatasi kecemasan atau ketakutan yang bisa memperparah kondisi.

Terapi ini mencakup 3 tahap, yaitu mengidentifikasi perilaku inti dan sekunder yang menyertai gagap, berlatih mengurangi rasa takut dan cemas sehingga dapat mencegah bicara gagap yang parah serta memodifikasi dengan berlatih mengulang-ngulang kata dan mengantisipasi kata yang dapat sulit diucapkan.

Sekitar 90 persen orang yang gagap bisa diobati dengan baik serta mengurangi tingkat kekambuhannya jika melakukan terapi dengan baik dan teratur.
Gangguan emosi atau ketegangan dengan orang tua, orang sekitar atau lingkungan dapat memicu kelainan ritme atau gagap . Pada gangguan bicara ini secara tak terkontrol sering terjadi pengulangan, pemanjangan kata/suku kata, penghentian (silent block), kadang didaptkan ketegangan yang berlebihan pada muka, tenggorokan serta rasa takut selama bicara. Kadang timbul suara nafas yang tidak biasa atau seperti memerlukan perjuangan untuk mengeluarkan kata. Biasanya penderita menghindar kata atau situasi tertentu.
Anak usia 2 – 5 tahun terdapat pengulangan kata atau suku kata lebih kurang 45 kali perseribu kata yang diucapkan, bata atasnya 100 kali per 1000 kata. Bila melewati batas ini dianggap abnormal atau gagap.
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan sebagai penyebab yaitu teori stuttering Block, Cybernatic models atau Brain Function yang semuanya karena gangguan sensoris dan motoris di otak.

Bicara gagap adalah gangguan kelancaran bicara yang terputus dalam satu rangkaiannya. Gangguan tersebut pada setiap anak berbeda bentuk kelainannya, dalam waktu tertentu berlainan jenis gangguan gagap yang timbul.

Gangguan Bahasa Reseptif- Ekspresif

Gangguan bahasa reseptif- ekspresif mengacu pada anak- anak yang memiliki kesulitan baik dalam memahami maupun memproduksi bahasa verbal. Mungkin saja terdapat kesulitan dalam memahami kata- kata atau kalimat- kalimat. Dalam beberapa kasus, anak memiliki kesulitan memahami tipe- tipe kata atau kalimat tertentu (seperti kata- kata yang mengekspresikan perbedaan kuantitas; large, big, atau huge), istilah- istilah spasial (sperti dekat atau jauh), atau tipe- tipe kaliamat (seperti kalimat yang dimulai dengan kata unlike). Kasus- kasus lain ditandai oleh kesulitan memahami kata- kata dan kalimat- kalimat sederhana.

Terapi Gangguan Ekspresif

Terapi pada gangguan ekspresif dapat dilakukan dengan latihan pendorong perilaku dan praktek fonem (unit suara), pembendaharaan kata dan konstruksi kalimat serta dapat pula dilakukan konseling parental suportif dan biasanya 50 persen penderita gangguan ekspresif dapat sembuh dengan spontan.

Tanda-tanda gangguan ekspresif bahasa-menerima

June 5th, 2010

Berikut ini adalah gejala yang paling umum gangguan komunikasi. Namun, setiap anak mungkin mengalami gejala yang berbeda.

a. Mungkin tidak berbicara sama sekali, atau mungkin memiliki kosakata yang terbatas untuk usia mereka.

b. Apakah kesulitan memahami petunjuk sederhana atau tidak mampu untuk nama benda.

c. Menunjukkan masalah dengan sosialisasi.

d. Ketidakmampuan untuk mengikuti arah tetapi pemahaman menunjukkan dengan rutin, arah berulang-ulang.

e. Echolalia (mengulangi kembali kata-kata atau frasa baik langsung atau di lain waktu.).

f. Ketidaksesuaian tanggapan ke “wh” pertanyaan

g. Kesulitan tanggapan yang sesuai untuk: ya / tidak pertanyaan, baik / atau pertanyaan, siapa / apa / mana pertanyaan, ketika / mengapa / bagaimana pertanyaan

h. Mengulang kembali pertanyaan pertama dan kemudian menanggapi mereka

i. Aktivitas tinggi tingkat dan tidak menghadiri untuk bahasa lisan

j. Jargon (misalnya bicara tidak dapat dimengerti)

k. Menggunakan “hafal” frase dan kalimat

l. Mereka mungkin memiliki masalah dengan kata-kata atau kalimat, baik pemahaman dan berbicara mereka

m. Belajar masalah dan kesulitan akademis

Sementara banyak bicara dan pola bahasa dapat disebut “bayi bicara” dan merupakan bagian dari anak normal pembangunan muda, Mereka bisa menjadi masalah jika mereka tidak terlalu besar seperti yang diharapkan. Dengan cara ini suatu keterlambatan dalam pidato awal dan bahasa atau pola pidato awal dapat menjadi gangguan yang dapat menyebabkan kesulitan dalam belajar lebih mudah untuk belajar bahasa dan kemampuan komunikasi sebelum usia 5. Gangguan mungkin mirip masalah lain atau kondisi medis. Always consult your child’s physician for a diagnosis. Selalu berkonsultasi dengan dokter anak Anda itu untuk diagnosis.


GANGGUAN ELIMINASI

GANGGUAN ELIMINASI

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan, apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali.
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi

Gangguan eliminasi adalah suatu gangguan yang terjadi pada anak yang tidak dapat mengendalikan tingkah laku yang seharusnya sudah dapat dikendalikan sesuai tingkatan umurnya. Gangguan ini sangat menganggu orang dewasa dan orang-orang disekitarnya. Macam-macam gangguan eliminasi antara lain Enurasis dan Enkopresis.

Berikut ini beberapa diagnosis keperawatan yang berhubungan dengan eliminasi:

  1. Bowel incontinence (p. 22) atau inkontinensia alvi/faeces. Perubahan pola kebiasaan defekasi. Bisa diakibatkan oleh diare kronis, pola makan, immobilisasi, stres, pengobatan, kurang kebersihan pada saat toileting, dll. Bedakan dengan diagnosis “Diare”. Pada diagnosis ini, faeces biasa, hanya polanya saja yang berubah. Misalnya rutin sehari sekali, karena faktor-faktor yang berhubungan, menjadi dua atau tiga hari sekali.
  2. Diarrhea (p. 71) atau diare. Data utamanya adalah faeces tidak berbentuk sampai dengan cair. Indokator utamanya adalah buang air besar (cair) minimal tiga kali dalam satu hari. Hasil auskultasi abdomen, kram perut dan nyeri perut merupakan tanda-gejala yang lainnya. Faktor yang berhubungan dibagi menjadi tiga kelompok; fisiologis, psikologis dan situasional. Misalnya karena kecemasan, tingkat stres tinggi, proses peradangan, iritasi, malabsorpsi, keracunan, perjalanan jauh, konsumsi alkohol dan pengaruh radiasi.
  3. Impaired urinary elimination (p. 234) atau gangguan eliminasi urin. Karakteristiknya: disuria, frekuensi buang air kecil meningkat, hesitansi, inkontinensia, nokturia. Di NANDA memang agak sedikit rancu. Salah satu karakteristik yang disebutkan untuk diagnosis ini adalah “retention”. Padahal sudah ada diagnosis “Retensi urine”. Sehingga disarankan kalau pasien memang mengalami retensi urin, langsung diangkat saja menjadi diagnosis “Retensi urin”. Untuk mengangkat diagnosis keperawatan “Gangguan eliminasi urin”, perlu dijelaskan gangguan yang mana. Jika pasien mengeluh sering terbangun untuk kencing di malam hari, maka bisa diambil “Gangguan eliminasi urin: nokturia”. Jika pasien beser (buang air kecil tidak terkontrol dan terus menerus), bisa diangkat menjadi “Gangguan eliminasi urin: inkontinensia”. Dan seterusnya, sesuai data yang diperoleh dari pengkajian.
  4. Readiness for enhanced urinary elimination (p. 235) atau potensial peningkatan eliminasi urine (diagnosis sejahtera).
  5. Urinary retention (p. 236) atau retensi urin. Tidak dapat mengosongkan urin secara lampias. Karakteristiknya: palpasi blader terasa tegang, sakit saat buang air kecil, sampai dengan tidak keluarnya urin sama sekali. Faktor yang berhubungan: kekuatan spincter, tekanan tinggi pada uretral dan adanya hambatan (harus dibuktikan dengan adanya hasil pemeriksaan).
  6. Constipation (p. 44) atau konstipasi
  7. Perceived constipation (p. 46) atau perkiraan konstipasi (klien mendiagnosis dirinya sendiri menderita konstipasi, biasanya faktor yang berhubungan adalah kepercayaan budaya, kepercayaan keluarga, pemahaman yang salah atau gangguan proses pikir)
  8. Risk for constipation (p. 47) atau resiko konstipasi.

Pengobatan dan Prognosis Gangguan Eliminasi

Sebagian besar anak mengatasi gangguan eliminasi mereka berhasil pada saat mereka remaja, dengan pengecualian anak-anak yang eliminasi gangguan adalah gejala gangguan kejiwaan lainnya.

Encopresis diperlakukan dengan pelunak tinja maupun pencahar dan dengan membentuk pola evakuasi usus teratur. Enuresis diperlakukan dengan modifikasi perilaku termasuk mengubah kebiasaan toilet malam hari. Yang paling mahal dan paling efektif metode adalah dengan memiliki anak tertidur pada pad khusus yang memicu alarm bila pad menjadi basah. This wakes the child and allows him to finish relieving in the toilet. Hal ini membangunkan anak dan memungkinkan dia untuk menyelesaikan relieving di toilet. Akhirnya ia terbangun tanpa bantuan sebelum pembasahan. Obat juga dapat membantu dalam perawatan enuresis, meskipun kambuh sering terjadi setelah mereka harus berhenti. Psikoterapi biasanya tidak diperlukan, meskipun mungkin bermanfaat untuk anak-anak yang mengembangkan perasaan malu yang berhubungan dengan gangguan eliminasi mereka. Dewasa dapat membantu anak menghindari rasa malu dan malu dengan memperlakukan eliminasi kecelakaan mater tanpa basa-basi dan ramah.

Anak-anak dengan gangguan eliminasi sukarela diperlakukan untuk masalah psikiatri didiagnosis berkaitan dengan gangguan eliminasi menggunakan modifikasi perilaku, obat, dan intervensi psikiatris lainnya.

Asosiasi Psikiater Amerika mengakui gangguan eliminasi ada dua, encopresis dan enuresis.

Encopresis adalah gangguan eliminasi yang melibatkan berulang kali setelah buang air besar di tempat-tempat yang tidak tepat setelah usia ketika kontrol usus biasanya diharapkan.

Encopresis juga disebut inkontinensia fecal,. Enuresis lebih umum disebut mengompol, adalah sebuah gangguan eliminasi yang melibatkan pelepasan urin ke selimut, pakaian, atau tempat yang tidak pantas lainnya. Kedua gangguan ini dapat terjadi pada siang hari (diurnal) atau pada malam hari (nokturnal). Mereka mungkin sukarela atau paksa dan. Encopresis enuresis dapat terjadi bersama-sama, meskipun paling sering terjadi secara terpisah.

Eliminasi gangguan dapat disebabkan oleh kondisi fisik, efek samping obat, atau kelainan jiwa. Adalah jauh lebih umum untuk gangguan eliminasi disebabkan oleh kondisi medis daripada psikiatris. Dalam kebanyakan kasus di mana penyebabnya adalah medis, kekotoran ini tidak disengaja. Ketika penyebab adalah jiwa, kekotoran mungkin disengaja, tetapi tidak selalu begitu.

Pengertian Enuresis ( gangguan eliminasi )

Secara luas diketahui bahwa bayi tidak dapat mengendalikan kandung kemih atau saluran pembuangan. Seiring bertambahnya usia maka tidak dapat dihindari untuk mulai melakukan latihan buang air di toilet. Beberapa anak belajar menggunakan toilet pada usia 18 bulan, yang lainpada usia 30 bulan, dan sebagainya. Pada usia berapanormalnya seorang anak sudah harus mampu mengeridalikan kandung kemihnya? Jawabannya, ditentukan oleh norma-norma budaya dan statistik, agak tidak pasti.

DSM-lV-TR dan berbagai sis tern klasifikasi lainnya membedakan anak-anak yang mengompol ketika tidur—disebut enuresis nokturnal, anak-anak yang mengompol ketika bangun—disebut enuresis diurnal, dan anak-anak yang mengompol di siang dan malam hari. Pengendalian di slang han dikuasai Iebih dahulu karena pengendalian kandung kemih jauh lebih mudah saat seorang dalam keadaan tenjaga. Bila seorang anak tentinggal dan anak-anak seusianya dalam pengendalian kandung kemih, biasanya hal itu terkait pengendalian pada jam-jam tidur di malam han. DSM-IV-TR memperkirakan bahwa pada usia 5 tahun, 7 persen anak lakilaki dan 3 persen anak perempuan masih mengompol; pada usia 10 tahun, 3 persen anak laki-laki dan 2 persen anak perempuan; dan pada usia 18 tahun, 1 persen remaja laki-laki dan kurang dan 1 persen remaja perernpuan. Di Amerika Serikat diagnosis enuresis nokturnal tidak ditegakkan, menurut DSM-IV-TR, hingga si anak berusia 5 tahun.

Penyebab Enuresis ( gangguan eliminasi )

Sebuah temuan konsisten mengenai enuresis menyatakan bahwa kemungkinan seorang anak enuretik memiliki kerabat tingkat pertama yang juga mengompol sangat tinggi, mendekati 75 persen (Bakwin, 1973). Sebuah studi baru-baru mi di Denmark untuk pertama kalinya menunjukkan keterkaitan genetik langsung dalam mengompol di malaƱi harm; suatu bagian kromosom 13 tampaknya mengandung gen bagi enuresis nokturnal (Eiberg, Berendt, & Mohr, 1995).

Sebanyak 10 persen dan seluruh kasus enuresis disebabkan oleh kondisi medis murni, seperti infeksi saluran unin, penyakit ginjal kronis, tumor, diabetes, dan kejang (Kolvin, McKeith, & Meadows, 1973; Stansfield, 1973). Karena banyaknya insiden penyebab fisiologis enuresis, sebagian besar profesional merujuk pasien enuretik ke dokter sebelum memberikan penanganan psikologis.

Pengendalian kandung kemih, yaitu penghambatan suatu refleks alami hingga berkemih dengan sengaja dapat dilakukan, merupakan keterampilan yang sangat kompleks. Bukti-bukti medis mengenai aktivitas otototot panggul bawah mendukung pemikiran bahwa anak-anak yang mengompol tidak dapat melakukan kontraksi spontan pada otot-otot tersebut di malam hari (Norgaard, 1989a, 1989b).

Beberapa teori psikologis menganggap enuresis sebagai suatu simtorn gangguan psikologis yang lebih umum, seperti kecernasan. Meskipun demikian, banyak peneliti berpendapat bahwa masalah seperti kemarahan dan kecemasan merupakan reaksi atas rasa malu dan rasa bersalah karena mengompol, bukan sebagai penyebab enuresis. Para teoris pembelajaran berpendapat bahwa anak-anak mengompol karena mereka tidak belajar untuk terbangun di malam han sebagai respons yang dikondisikan atas penuhnya kandung kemih atau untuk menghambat relaksasi otot lingkar yang mengendalikan urinasi (Walker, 1995).

Penanganan Enuresis ( gangguan eliminasi )

Penanganan rumahan untuk mengompol telah melebar dan sekadar membatasi asupan cairan hingga menidurkan anak-anak di atas bola-bola golf atau menggantungkan bukti kesalahan—seprei basah—di jendela (Houts, 1991). Sebagian besar strategi semacam itu tidak efektif. Sama dengan itu, rnenunggu hingga si anak dengan sendirinya tidak lagi mengalami masalah tersebutjuga bukan tindakan yang memuaskan. Hanya sekitar 15 persen anak-anak enuretik berusia antara 5 hingga 19 tahun yang menunjukkan kesembuhan spontan dalarn waktu satu tahun (Forsythe & Redmond, 1974).

Dua macam penanganan yang paling banyak digunakan yang dirujuk oleh profesional adalah pemberian obat atau sistem alarm urin. Penanganan yang disebutkan terakhir pertarna kali muncul pada tahun 1938, ketika Mowrer dan Mowrer memperkenalkan lonceng dan bantalan. Selama bertahun-tahun penanganan mi telah terbukti sangat berhasil mengurangi atau menghentikan mengompol. Diperkirakan 75 persen anak-anak enuretik mampu tidak mengompol sepanjang malam karena bantuani alat yang sangat sederhana ini.

Sebuah lonceng dan sebuah baterai tersambung dengan kabel ke sebuah bantalan yang terdiri dan dua lembar kertas metalik, lembar di bagman atas berlubanglubang, dan di antara kedua lembaran tersebut terdapat selapis kain penyenap (Gambar 15 a). Bantalan tensebut dimasukkan ke dalam sarung bantal dan diletakkan di bawah tubuh si anak ketika tidur. Ketika tetesan pertama urine, yang berfungsi sebagal elektrolit, membasahi kain, sirkuit elektris akan tersambung di antara kedua lembar kertas. Tersambungnya sirkuit tersebut akan membunyikan lonceng atau alarm, yang segera membangunkan si anak atau tidak lama setelah mulai mengompol. Si anak umumnya kemudian berhenti berkemih, mematikan alat tersebut, dan pergi ke kamar mandi.

Mowrer dan Mowrer (1938) menganggap lonceng dan bantalan tersebut sebagai prosedur pengondisian kiasik di mana suatu stimulus tak terkondisi, yaitu lonceng, menyebabkan si anak terjaga, yang merupakan respons tak terkondisi. Lonceng tersebut dipasangkan dengan sensasi penuhnya kandung kemih sehingga sensasi tersebut akhirnya menjadi stimulus terkondisi yang menghasilkan respons terkondisi dalam bentuk si anak terjaga sebelum lonceng berbunyi. Ahli yang lain mempertanyakan teori pengondisian klasik, dan berpendapat, dalam istilah pengondisian operant, bahwa lonceng tersebut, yang membuat si anak terbangun, berfungsi sebagai hukuman sehingga mengurangi perilaku yang tidak dikehendaki, yaitu mengompol (Walker, Milling, & Bonner, 1988). Dalam praktiknya lonceng tersebut biasanya juga membangunkan orang tua si anak; reaksi mereka dapat berfungsi sebagai insentif tambahan bagi si anak untuk tidak mengompol.

Metode lain yang menggunakan pendekatan pengondisian operant lanpa bantuan alarm urin tidak seberhasil metode dengan alarm tersebut (Houts, 2000; Houts, Berman, & Abramson, 1994). Di sisi lain, keberhasilan yang lebih besar dapat dicapai dengan memberi tambahan pada prosedur alarm urine dasar, seperti minum dalamjumlah yang lebih banyak selama beberapa malam berturut-turut sebelum waktu tidur (agar si anak terbiasa menahan cairan di kandung kemih tanpa mengompol) dan memastikan bahwa si anak terbangun dan mengganti seprei setiap kali alarm berbunyi (untuk menambah konsekuensi negatif mengompol) (Barclay & Houts, 1995; Mellon & Houts, 1998). Alarm urine yang terbaru dipakai di tubuh dan lebih andal dibanding bantalan ash yang diletakkan di kasur.

Pendekatan yang lain adalah penanganan farmakologis. Sekitar sepertiga pasien enuretik yang berupaya mendapatkan bantuan profesional diberi resep obat, seperti obat antidepresan imipramin (Tofranil) dan, baru-baru mi, desmopresin, yang meningkatkan penyerapan air dalam gmnjal. Pemberian obat semacam itu memberikan hasil dengan cara mengubah reaktivitas otot yang digunakan dalam berkemih (imiprammn) atau dengan mengonsentrasikan urine dalam kandung kemih (desmopresin). Meskipun efek positif biasanya segera terlihat, dalam sebagian besar kasus si anak mengalami kekambuhan segera setelah pemberian obat dihentikan (Houts, 1991), dan efek samping negatif imipramin (masalah tidur, kelelahan, sakit perut) dapat menjadi masalah.

Sekilas tentang Enkopresis ( gangguan eliminasi )

Enkopresis berasal dari bahasa Yunani en- dan kopros, yang artinya “feses”. Enkopresis (encopresis) adalah kurangnya kontrol terhadap keinginan buang air besar yang bukan disebabkan oleh masalah organik. Anak harus memiliki usia kronologis minimal 4 tahun, atau pada anak- anak dengan perkemabangan yang lambat, usia mentalnya minimal 4 tahun (APA, 2000). Sekitar 1% dari anak- anak usia 5 tahun mengalami enkopresis. Seperti halnya enuresis, gangguan ini lebih umum terjadi pada anak laki- laki.

Enkopresis jarang terjadi pada remaja usia pertengahan kecuali mereka yang mengalami retardasi mental yang parah atau intens. Soiling (mengotori) dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak dan bukan disebabkan oleh maslah organik, kecuali pada kasus dengan konstipasi (APA, 2000). Faktor- faktor predisposisi yang mungkin di antaranya adalah toilet training yang tidak konsisten atau tidak lengkap dan sumber stresspsikologis, seperti kelahiran saudara sekandung atau mulai bersekolah.

Bila BAB tidak disengaja, biasanya terkait dengan konstipasi, impaction (jepitan), atau retensi (penahanan) yang mengakibatkan penegeluaran beruntun. Konstipasi dapat berhubungan dengan faktor- faktor psikologis, seperti ketakutan yang diasosiasikan dengan BAB di tempat tertentu atau dengan pola perilaku negative atau menetang yang lebih umum. Konstipasi juga dapat terkait dengan faktor- faktor fisiologis seperti komplikasi dari penyakit atau pengobatan. Yang amat jarang terjadi adalah enkopresis yang disengaja.

Soiling, tidak seperti enuresis, lebih sering terjadi pada siang hari dibandingkan malam hari. Jadi akan amat memalukan bagi bagi anak. Teman sekelas sering menghindari atau mempermalukan anak dengan enkopresis. Karena tinja memiliki bau yang menyengat, guru- guru merasa kesulitan untuk berperilaku seolah- olah tidak terjadi apa pun. Orang tua juga akhirnya sakit hati karena masalah tersebut berulang dan dapat menigkatkan tuntutan mereka terhadap self- control dan pemberian hukuman berat bila terjadi kegagalan. Karena hal- hal tersebut, anak mungkin mulai menyembunyikan pakaian dalam yang kotor. Anak- anak ini membuat jarak dengan teman- temannya atau pura- pura sakit agar bisa tinggal di rumah. Kecemasan mereka sehubungan dengn soiling meningkat. Karena kecemasan (keterangsangan cabang simpatis dari sistem saraf otonom) mendorong BAB, control menjadi lebih sulit.

Metode operant conditioning dapat membantu dalam mengatasi soiling. Di sini diberikan reward (dengan pujian atau cara- cara lain) untuk keberhasilan usaha self- control dan hukuman untuk ketidaksengajaan (misalnya, dengan member peringatan agar lebih memperhatikan rasa ingin BAB dan meminta anak untuk membersihkan pakaian dalamnya). Bila enkopresis bertahan, direkomendasikan evaluasi medis dan psikologis untuk menentukan kemungkinan penyebab dan penanganan yang tepat.

Apa si PENYEBAB ENCOPRESIS itu?? ( gangguan eliminasi )

Belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab anak mengalami encopresis. Meski begitu, kalau mau dirunut ada beberapa faktor yang “mengontribusi” terjadinya encopresis yaitu:

1. Stres
Anak mengalami beban pikiran yang tak terselesaikan. Entah itu masalah di sekolah atau di rumah. Misalnya, masalah pelajaran yang terlalu berat atau lingkungan sekolah yang membuatnya tak nyaman. Permasalahan dengan orang tua, seperti merasa kurang diperhatikan atau kurang kasih sayang, juga dapat menjadi beban pikiran.

2. Kurang aktivitas fisik
Anak yang kurang melakukan aktivitas fisik berisiko mengalami encopresis. Sebaiknya di usia sekolah, dimana anak tengah bersemangat melakukan eksplorasi, ia diberi berbagai kegiatan. Tujuannya selain untuk mengantisipasi terjadinya encopresis, juga demi mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.

3. Selalu menahan BAB
Ada juga beberapa anak yang selalu menahan BAB. Alasannya beragam. Misalnya, anak terlalu asyik melakukan suatu kegiatan sehingga enggan pergi ke toilet. Namun karena rangsangan untuk BAB begitu kuat dan tak bisa ditahan lagi, akhirnya terjadilah encopresis.
Sebagian anak menahan BAB karena tak terbiasa menggunakan sarana umum, terutama toilet yang kurang bersih. Misalnya, kamar mandi di sekolah yang ternyata bau dan kotor yang bertolak belakang dengan toilet di rumah yang terjaga kebersihannya. Akhirnya dia memilih menahan BAB ketimbang harus memakai toilet sekolah. Saat si anak tak kuat lagi menahan, terjadilah encopresis. Syukur-syukur kalau ia berterus terang BAB di celana, karena biasanya mereka akan diam seribu basa. Baru ketahuan orang lain setelah tercium aromanya yang tak sedap.

4. Makanan/Minuman
Encopresis juga bisa dipicu oleh asupan makanan yang kurang baik yang menyebabkan gangguan di saluran pencernaan. Misalnya sering menyantap makanan berlemak tinggi, berkadar gula tinggi atau junk food. Minuman yang mengandung banyak gula dan soda juga bisa mencetuskan terjadinya encopresis.

5. Trauma
Contohnya, akibat sembelit atau kesulitan mengeluarkan tinja karena keras. Lama-kelamaan anak menjadi trauma karena setiap kali BAB ia merasa sakit. Untuk menghindari rasa sakit itu, ia jadi sering menahan untuk tidak BAB.

6. Obat-obatan
Encopresis juga bisa terjadi karena efek obat-obatan yang bisa menyebabkan terhambatnya pengeluaran kotoran. Misalnya, obat batuk yang mengandung zat seperti codein. Encopresis terjadi karena obat tersebut tak cocok atau dipakai dalam jangka panjang.

7. Kegagalan toilet training
Pengajaran atau pelatihan buang air (toilet training) yang dilakukan dengan memaksa anak, cepat atau lambat akan menjadi tidak efektif. Begitu pula kalau misalnya anak yang BAB di celana lantas dimarahi orang tua.

AKIBAT FISIK-PSIKIS DARI ENCOPRESIS ( GANGGUAN ELIMINASI )

Anak yang mengalami encopresis akan mengalami berbagai masalah emosi, seperti rendah diri, tak mau bersosialisasi atau menarik diri dari pergaulan. Ia juga akan merasa malu, takut dicemooh, atau khawatir dimarahi. Belum lagi secara fisik, anak mengalami nyeri di bagian perut karena berusaha menahan BAB.

Akhirnya, kotoran yang harusnya dibuang tetapi tertahan di dalam perut. Dalam beberapa kasus encopresis menyebabkan infeksi pada salurah kemih karena kebiasaan menahan BAB. Ada juga yang mengalami gangguan iritasi kulit atau jamur karena kebersihan tak terjaga. Kalau sudah begitu, anak juga akan kehilangan nafsu makan sehingga rentan sakit.

TERAPI dari ENCOPRESIS ( GANGGUAN ELIMINASI )

Penderita encopresis membutuhkan penanganan yang tepat dengan melakukan terapi. Menurut Rini prinsip terapinya adalah konseling atau edukasi pada anak mengenai BAB. Mereka dapat cepat memahami penjelasan yang diberikan mengingat kemampuan kognitif anak seusia ini sudah berkembang.

Salah satunya adalah terapi yang bisa dilakukan kalau anak selalu menahan BAB karena merasa jijik dan tak mau masuk ke kamar mandi umum:

* Tanamkan bahwa tidak semua kamar mandi umum/sekolah akan resik dan wangi sesuai dengan harapannya.

* Sebelum menggunakan toilet umum/sekolah, minta ia membersihkan dengan menyiramnya terlebih dahulu.

* Tak ada salahnya anak selalu dibekali tisu, masker, dan pengharum ruangan untuk lebih menyamankannya saat di toilet umum.

* Yang pasti, jangan beri anak pembalut untuk mengatasi encopresis-nya. Ini justru tak mendidik.

* Jika masalah psikologis anak tampak berat, sampai stres atau trauma misalnya, ada baiknya orang tua dan anak duduk bersama membahas permasalahan yang dihadapi. Jika perlu konsultasikan dengan psikolog.

* Terapkan pola makan yang baik dan teratur. Usahakan banyak mengonsumsi makanan berserat, sayuran, buah-buahan, serta susu. Kurangi konsumsi makanan berlemak tinggi, junk food, dan soft drink.

* Kepada anak yang selalu merasa nyeri saat mau BAB bisa diberikan obat-obatan untuk pengencer tinja. Namun, penggunaanya harus tetap berdasarkan rekomendasi dokter.

* Ajarkan untuk melakukan BAB secara teratur, misalnya pagi atau malam hari.

* Yang pasti, anak jangan disalahkan atau dicemooh kalau mengalami encopresis.
Mestinya orang tua selalu mendukung dan membantu kesulitan anak.

GANGGUAN KECEMASAN DAN DEPRESI PADA ANAK

Anxiety Disorder
Gangguan Kecemasan








Kecemasan merupakan hal yang normal terjadi pada setiap individu, reaksi umum terhadap stress kadang dengan disertai kemunculan kecemasan. Namun kecemasan itu dikatakan menyimpang bila individu tidak dapat meredam (merepresikan) rasa cemas tersebut dalam situasi dimana kebanyakan orang mampu menanganinya tanpa adanya kesulitan yang berarti.

Kecemasan dapat muncul pada situasi tertentu seperti berbicara didepan umum, tekanan pekerjaan yang tinggi, menghadapi ujian. Situasi-situasi tersebut dapat memicu munculnya kecemasan bahkan rasa takut. Namun, gangguan kecemasan muncul bila rasa cemas tersebut terus berlangsung lama, terjadi perubahan perilaku, atau terjadinya perubahan metabolisme tubuh.

Gangguan kecemasan diperkirakan mengidap 1 dari 10 orang. Menurut data National Institute of Mental Health (2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta orang mengalami gangguan kecemasan pada usia 18 tahun sampai pada usia lanjut.

Secara fisik beberapa gejala kecemasan ditandai dengan ketegangan pada otot (mudah pegal), berkeringat, sesak nafas atau tarikan nafas pendek, mudah merasa pusing, dan dada sering sesak. Pada abad 19, kecemasan dianggap sebagi bentuk dari kerusakan atau gangguan dari pernafasan, Sigmund Freud mengidentifikasi kecemasan sebagai bentuk neurosis. Freud meyakini kemunculan rasa cemas diakibatkan sifat instinktif atau dorongan seksual pada individu tidak tersalurkan secara tepat. Akibatnya, kecemasan timbul sebagai bentuk pertahanan diri untuk merepresi dorongan-dorongan tersebut. Bila tahap represi ini tidak tepat memunculkan gangguan neurosis kecemasan.


Ahli psikoanalisa beranggapan bahwa penyebab kecemasan neurotik dengan memasukan persepsi diri sendiri, dimana individu beranggapan bahwa dirinya dalam ketidakberdayaan, tidak mampu mengatasi masalah, rasa takut akan perpisahan, terabaikan dan sebagai bentuk penolakan dari orang yang dicintainya. Perasaan-perasaam tersebut terletak dalam pikiran bawah sadar yang tidak disadari oleh individu.

Berbeda dengan pendapat psikoanalisa, ahli psikologi teori belajar beranggapan bahwa kecemasan lebih disebabkan peristiwa eksternal dibandingkan konflik internal dalam pribadi individu. Adanya pengkondisian yang siap (prepared conditioning) pada individu membuat individu semakin siap dalam menghadapi pelbagai situasi stressor dikemudian hari.

Analisis kognitif munculnya kecemasan disebabkan oleh bagaimana individu memikirkan situasi dan kemungkinan-kemungkinan bahaya yang mungkin dapat muncul. Pikiran-pikiran tersebut kadang tidak realistik, individu cenderung untuk menambahkan tingkat bahaya tersebut dibandingkan pada orang normal yang menilai "tidak begitu berbahaya". Akibatnya indvidu meningkatkan tingkat kewaspadaan secara berlebihan (tentunya dengan ada rasa cemas berlebihan) dan mencari-cari tanda bahaya. Misalnya saja suara bising ditengah malam pada sebuah rumah, individu menginterpretasikan seebagai perampokan dan sebagainya. Parahnya tingkat kecemasan sangat tergantung pada indvidu bagaimana melakukan obsesi kecemasannya itu.

Kategori gangguan kecemasan menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) IV yang sering dibahas diantaranya adalah;
1) Gangguan panik tanpa agoraphobia
2) Gangguan panik dengan agoraphobia
3) Agoraphobia tanpa riwayat gangguan panik
4) Phobia spesifik
5) Phobia sosial
6) Gangguan obsesif-kompulsif
7) Gangguan stres pasca traumatik
8) Gangguan stres akut
9) Gangguan kecemasan umum
10) Gangguan kecemasan yang tidak terdefinisi


Gejala Umum Kecemasan

Setiap orang mempunyai reaksi yang berbeda terhadap stres tergantung pada kondisi masing-masing individu, beberapa simtom yang muncul tidaklah sama. Kadang beberapa diantara simtom tersebut tidak berpengaruh berat pada beberapa individu, lainnya sangat mengganggu.

1) Berdebar diiringi dengan detak jantung yang cepat
Kecemasan memicu otak untuk memproduksi adrenalin secara berlebihan pada pembuluh darah yang menyebabkan detak jantung semakin cepat dan memunculkan rasa berdebar. Namun dalam beberapa kasus yang ditemukan individu yang mengalami gangguan kecemasan kontinum detak jantung semakin lambat dibandingkan pada orang normal.

2) Rasa sakit atau nyeri pada dada
Kecemasan meningkatkan tekanan otot pada rongga dada. Beberapa individu dapat merasakan rasa sakit atau nyeri pada dada, kondisi ini sering diartikan sebagai tanda serangan jantung yang sebenarnya adalah bukan. Hal ini kadang menimbulkan rasa panik yang justru memperburuk kondisi sebelumnya.

3) Rasa sesak napas
Ketika rasa cemas muncul, syaraf-syaraf impuls bereaksi berlebihan yang menimbulkan sensasi dan sesak pernafasan, tarikan nafas menjadi pendek seperti kesulitan bernafas karena kehilangan udara.

4) Berkeringat secara berlebihan
Selama kecemasan muncul terjadi kenaikan suhu tubuh yang tinggi. Keringat yang muncul disebabkan otak mempersiapkan perencanaan fight or flight terhadap stressor

5) Kehilangan gairah seksual atau penurunan minat terhadap aktivitas seksual

6) Gangguan tidur

7) Tubuh gemetar

Gemetar adalah hal yang dapat dialami oleh orang-orang yang normal pada situasi yang menakutkan atau membuatnya gugup, akan tetapi pada individu yang mengalami gangguan kecemasan rasa takut dan gugup tersebut terekspresikan secara berlebihan, rasa gemetar pada kaki, atau lengan maupun pada bagian anggota tubuh yang lain.

8) Tangan atau anggota tubuh menjadi dingin dan bekeringat

9) Kecemasan depresi memunculkan ide dan keinginan untuk bunuh diri

10) Gangguan kesehatan seperti sering merasakan sakit kepala (migrain).


Treatment

1) Terapi obat-obatan
Neurotransmiter utama terhadap gangguan kecemasan dengan melihat hasil laboratorium dengan mencheck peningkatan norepinefrin, serotonin dan gamma aminobutryc acid (GABA). Dengan positron emission tomography (PET) juga ditemukan kelainan (disregulasi) pembuluh darah serebral.


Biasanya untuk kecemasan dokter menganjurkan penggunaan obat psikoleptik, yaitu benzodiazepines dalam dosis rendah. Jenis obat-obat ini adalah Diazepam, Klordiazepoksid, Lorazepam, Klobazam, Bromazepam, Oksazolam, Klorazepat, Alprazolam atau Prazepam.

Penggunaan obat anti kecemasan haruslah melalui kontrol dari dokter secara ketat, penggunaan obat-obat antiansietas dapat mengakibatkan beberapa efek samping. Pasien dengan riwayat penyakit hati kronik, ginjal dan paru haruslah diperhatikan pemakaian obat-obatan ini. Pada anak dan orangtua dapat juga memberikan reaksi seperti yang tidak diharapkan (paradoxes reaction) seperti meningkatkan kegelisahan, ketegangan otot, disinhibisi atau gangguan tidur.

Beberapa efek samping penggunaan obat antiansietas
- Sedative (rasa mengantuk, kewaspadaan menurun, kerja psikomotorik menurun, dan kemampuan kognitif melemah)
- Rasa lemas dan cepat lelah
- Adiktif walaupun sifatnya lebih ringan dari narkotika. Ketergantungan obat biasanya terjadi pada individu peminum alkohol, pengguna narkoba (maksimum pemberian obat selama 3 bulan)
- Penghentian obat secara mendadak memberikan gejala putus obat (rebound phenomenon) seperti kegelisahan, keringat dingin, bingung, tremor, palpitasi atau insomnia.



2) Psikoterapi
Dalam psikoterapi, psikolog, konselor dan ahli terapis berusaha menyusun terapi psikologis yang beragam untuk pengobatan yang disesuaikan dengan kepribadian klien. Penerapan metode dapat secara personal maupun group (perkelompok). Psikiater berusaha mengkombinasi pengobatan medis dan psikoterapi secara bersamaan. Perlu untuk diketahui bahwa tidak ada pengobatan jenis gangguan kecemasan ini hanya menggunakan satu cara saja, dibutuhkan lebih kombinasi untuk menyembuhkan gangguan kompleks ini.

Terapi yang paling sering digunakan dalam perawatan kecemasan adalah cognitive-behavioural therapy (CBT). Pada CBT diberikan teknik pelatihan pernafasan atau meditasi ketika kecemasan muncul, teknik ini diberikan untuk penderita kecemasan yang disertai dengan serangan panik..

Support group juga diberikan dalam CBT, individu ditempatkan dalam group support yang mendukung proses treatment. Group support dapat berupa sekelompok orang yang memang telah dipersiapkan oleh konselor/terapis untuk mendukung proses terapi atau keluarga juga dapat diambil sebagai group support ini.


Mencegah Kemunculan Gangguan Kecemasan

1) Kontrol pernafasan yang baik
Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal ini disebabkan otak "bekerja" memutuskan fight or flight ketika respon stres diterima oleh otak. Akibatnya suplai oksigen untuk jaringan tubuh semakin meningkat, ketidakseimbangan jumlah oksigen dan karbondiosida di dalam otak membuat tubuh gemetar, kesulitan bernafas, tubuh menjadi lemah dan gangguan visual. Ambil dalam-dalam sampai memenuhi paru-paru, lepaskan dengan perlahan-lahan akan membuat tubuh jadi nyaman, mengontrol pernafasan juga dapat menghindari srangan panik.

2) Melakukan relaksasi
Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi pegal terutama pada leher, kepala dan rasa nyeri pada dada. Cara yang dapat ditempuh dengan melakukan teknik relaksasi dengan cara duduk atau berbaring, lakukan teknik pernafasan, usahakanlah menemukan kenyamanan selama 30 menit.

3) Intervensi kognitif
Kecemasan timbul akibat ketidakberdayaan dalam menghadapi permasalahan, pikiran-pikiran negatif secara terus-menerus berkembang dalam pikiran. caranya adalah dengan melakukan intervensi pikiran negatif dengan pikiran positif, sugesti diri dengan hal yang positif, singkirkan pikiran-pikiran yang tidak realistik. Bila tubuh dan pikiran dapat merasakan kenyamanan maka pikiran-pikiran positif yang lebih konstruktif dapat meuncul. Ide-ide kreatif dapat dikembangkan dalam menyelesaikan permasalahan.

4) Pendekatan agama
Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman terhadap pikiran, kedekatan terhadap Tuhan dan doa-doa yang disampaikan akan memberikan harapan-harapan positif.

Dalam Islam, sholat dan metode zikir ditengah malam akan memberikan rasa nyaman dan rasa percaya diri lebih dalam menghadapi masalah. Rasa cemas akan turun. Tindakan bunuh diri dilarang dalam Islam, bila iman semakin kuat maka dorongan bunuh diri (tentamina Suicidum) pada simtom depresi akan hilang. Metode zikir (berupa Asmaul Husna) juga efektif menyembuhkan insomnia.

5) Pendekatan keluarga
Dukungan (supportif) keluarga efektif mengurangi kecemasan. Jangan ragu untuk menceritakan permasalahan yang dihadapi bersama-sama anggota keluarga. Ceritakan masalah yang dihadapi secara tenang, katakan bahwa kondisi Anda saat ini sangat tidak menguntungkan dan membutuhkan dukungan anggota keluarga lainnya. Mereka akan berusaha bersama-sama Anda untuk memecahakan masalah Anda yang terbaik.

6) Olahraga
Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olaharaga akan menyalurkan tumpukan stres secara positif. Lakukan olahraga yang tidak memberatkan, dan memberikan rasa nyaman kepada diri Anda.



Gangguan Kecemasan Umum Pada Anak

Anak dan remaja dengan gangguan kecemasan secara umum sering terbelenggu dalam kekhawatiran terhadap kesuksesan dan kemampuan mereka guna mendapat pengakuan dari orang lain dengan menerapkan target yang cukup tinggi.

Pencapaian target tersebut muncul karena adanya rasa takut yang cukup mendalam, ketakutan akan gagal ditolak, dihina atau pun diejek oleh lingkungannya. Ketakutan-ketakutan seperti inilah yang mengakibatkan anak menunjukan perilaku yang kaku, pemalu dan merasa tidak nyaman terhadap suatu hobi atau kegiatan bersama.



Waspadai Gejala Depresi pada Anak

SAMA seperti orang dewasa, anak usia prasekolah dan sekolah dasar pun bisa mengalami depresi. Bahkan, menurut perkiraan, jumlah penderitanya semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Banyak hal dapat membuat anak menderita depresi, misalnya pola asuh yang tidak konsisten, pengalaman hidup yang terlalu menekan, serta cara pandang negatif tentang dunia sekitar. Selain itu, depresi pada anak juga dihubungkan dengan sejarah kondisi psikiatris tertentu dalam keluarga.

Apabila tidak cepat ditangani, gangguan psikologis ini bisa mengarah pada penyakit kejiwaan lain yang lebih serius, seperti bipolar disorder. Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap orang tua untuk mengenali sejumlah gejala yang menandakan anaknya sedang berjuang melawan depresi.


Karakteristik depresi

Umumnya, gejala yang menyertai depresi pada anak sama dengan gejala depresi yang dialami orang dewasa. Anak-anak barangkali tidak akan mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata, atau mengekspresikannya melalui tingkah laku.

Mereka umumnya memperlihatkan gejala fobia, gangguan kecemasan (anxiety disorder) terpisah, serta masalah tingkah laku. Selain itu, depresi psikologis juga bisa menyebabkan anak mengalami halusinasi.

Anak yang menderita depresi biasanya terlihat sangat serius atau sakit. Tidak seperti anak-anak lain yang akan menangis dan kesal hanya ketika merasa frustrasi, anak yang menderita depresi melakukan hal-hal tersebut secara spontan dan tiba-tiba. Ia juga mengatakan hal-hal negatif tentang dirinya, dan melakukan berbagai tindakan destruktif.

Berikut ini adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk mewaspadai gejala-gejala depresi pada anak:

1. Perhatikan pola tidurnya. Apakah anak sering mengalami susah tidur dan terbangun dalam keadaan letih?

2. Perhatikan perubahan pola makannya. Apakah anak tiba-tiba kehilangan nafsu makan, atau justru mendadak makan dalam porsi besar? Selain itu, Anda juga bisa mengamati perubahan berat badan yang tidak normal, yang terjadi dalam waktu singkat.

3. Perhatikan apakah anak sering memperlihatkan perubahan mood dan temperamen secara cepat. Apakah ia sering marah dan merasa frustrasi karena hal-hal sepele? Apakah anak menjawab dengan sigap ketika ditanya, atau justru tidak memerhatikan saat berbicara dengan Anda? Apakah anak terlihat tertekan setiap saat?

4. Periksa kondisi kesehatan anak. Apakah ia menjadi lebih sering sakit, misalnya flu atau penyakit-penyakit ringan lainnya? Apakah ia sering mengeluh sakit kepala atau kram otot dalam frekuensi di luar batas normal?

5. Perhatikan kebiasaan anak. Apakah ia menjadi kurang terorganisir dibandingkan sebelumnya? Apakah ia menjadi malas atau mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya? Apakah anak yang dulu selalu bersikap manis, kini bersikap sebaliknya?

6. Perhatikan perubahan emosinya yang ekstrim. Apakah anak tiba-tiba memperlihatkan sikap melankolis dan menciptakan dinding pemisah antara dirinya dengan Anda?

7. Periksa apakah anak menyakiti dirinya sendiri, misalnya dengan melukai tubuhnya.

8. Periksa apakah anak mengonsumsi obat-obatan tertentu tanpa sepengetahuan Anda.

Apabila menemukan sebagian besar gejala-gejala di atas, ada kemungkinan anak menderita stres atau depresi. Atasi segera masalah tersebut dengan berusaha mengajaknya bicara dari hati ke hati, atau berkonsultasi dengan tenaga profesional sebelum terlalu terlambat.

Tanda-tanda depresi pada anak-anak dan remaja, antara lain:

  • Anak terlihat penuh kesedihan, kadang-kadang atau selalu menangis
  • Penurunan minat dalam berbagai kegiatan, atau ketidakmampuan untuk menikmati kegiatan favorit sebelumnya
  • Putus asa
  • Bosan, lesu, lemah, kehilangan semangat
  • Mengabaikan penampilan pribadi
  • Menutup diri dari pergaulan
  • Perasaan harga diri rendah dan rasa bersalah
  • Reaksi berlebihan terhadap kegagalan atau penolakan
  • Tidak menunjukkan reaksi terhadap pujian atau hadiah
  • Mudah marah, tersinggung
  • Kesulitan dalam berinteraksi
  • Sering mengeluhkan penyakit fisik seperti sakit kepala dan sakit perut
  • Sering absen dari sekolah atau prestasinya menurun di sekolah
  • Kurang konsentrasi dalam melakukan aktifitas
  • Gangguan atau ada perubahan besar dalam pola makan dan/atau pola tidur
  • Ada keinginan untuk lari dari rumah
  • Ada pikiran atau ungkapan untuk melakukan bunuh diri atau perilaku yang merusak diri sendiri
  • Ada perubahan kepribadian
  • Dan banyak lagi lainnya (orang tua pasti bisa melihat dan merasakan perbedaan pada tingkah laku anaknya dari biasanya)


Melihat Pekerjaan Tuhan di Rawinala





Wajah Maria ditelengkupkan di atas meja ketika kami masuk kelas dasar di SLB G, “Rawinala”, di Jakarta Timur. “Maria, ayo beri salam…” ajak ibu Agatha yang mengantarkan kami. Maria tetap bergeming. Justru Olin, teman sekelasnya, yang tampak antusias. Dia menggapai-gapai tangannya mengajak kami bersalaman. Olin adalah siswa yang mengalami tuna ganda. Dia mengalami kebutaan sekaligus tuna grahita. Setalah dibujuk-bujuk, akhirnya Maria mengangkat wajahnya juga.

Astaga, saya tidak dapat menyembunyikan kekagetan setelah melihat kondisi wajah Maria. Wajah anak perempuan berusia sekitar 9 tahun ini sungguh menimbulkan rasa iba. Saya tidak tega melukiskannya secara detil di sini. Saya hanya dapat mengatakan bahwa wajahnya sepertisebatang lilin yang meleleh karena terbakar. Sehelai handuk sengaja dibebatkan ke lehernya untuk menampung tetesan air liurnya.

Maria bukan korban kebakaran. Dia adalah korban dari perilaku ibunya, yang menjadi tenaga paramedis di sebuah rumah sakit ternama di negeri

ini. Ibunya tidak menghendaki kehadiran Maria. Entah apa yang dilakukan oleh ibunya pada saat Maria masih dalam kandungan. Yang jelas, perbuatan itu berpengaruh pada wajah Maria seperti sekarang ini. Maria juga mengalami kelambatan perkembangan intelektual dan mental. Penderitaan Maria semakin berat ketika ditolak keberadaannya oleh ibu kandungnya sendiri. Sekarang Maria diasuh oleh ibu tirinya dan tinggal di asrama Rawinala.

***

Ketika keluar dari kelas Maria, kami melihat anak laki-laki berusia sekitar sebelas tahun sedang merayap ke atas trampolin, di halaman sekolah. Dia belum berdiri tegak ketika tiba-tiba seorang guru ikut melompat dan mulai mengencot trampolin itu. Kontan, tubuh anak ini terhempas-hempas di atas kanvas yang sedang berayun-ayun. Tangannya srawean kesana-kemari. Ketika menemukan tubuh sang guru, segera didekapnya erat-erat dan mereka melompat bersama-sama.

Anak yang bernama Yona ini mengalami tuna ganda: Tuna netra sekaligus tuna rungu. Kondisi ini tentu saja menyulitkannya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Seandainya dia hanya tuna netra, maka dia masih dapat diajari berbicara secara verbal karena masih bisa mendengar.

Seandainya hanya tuna rungu, maka dia masih dapat dilatih bahasa isyarat. Akan tetapi Yona mengalami tunda ganda. Hal ini jelas menyulitkannya untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Saat ini, Yona berkomunikasi dengan mengandalkan indera sentuhannya. “Kami masih mencari cara untuk menjalin komunikasi dengan Yona,” terang pak Sigid Widodo yang menemani kami. Meskipun tidak dapat mendengar dan melihat, namun Yona dapat bergerak dengan gesit. Bosan

bermain trampolin, dia berjalan menuju tempat perosotan, tanpa panduan dari orang lain. Dia menaiki tangga tanpa keraguan, sesampai di ujung atas perosotan,

Yona sejenak meraba papan perosotan sebelum akhirnya menempatkan tubuhnya di atasnya. Lalu dengan kepercayaan diri tinggi dia melepaskan pegangan sehingga tubuhnya meluncur deras ke bawah. Sesampai di tanah berumput, Yona segera menggamit lengan gurunya dan menyeretnya ke garasi sekolah. Dia ingin bermain sepeda tandem. Begitulah Yona, meski tak dapat melihat dan mendengar tapi siswa ini sangat aktif.

***

Bagaimana Anda mampu menekuni bidang pelayanan ini selama bertahun-tahun? Tanya saya dengan penuh kekaguman pada pak Sigid Widodo. Pimpinan Rawinala tidak segera menjawab. Dia malah menceritakan kisah di tanah Palestina sekitar 2000 tahun yang lalu. Ada seorang Guru yang sedang berjalan bersama-sama murid-muridnya ketika mereka melihat seorang pengemis yang buta sejak lahir. “Guru, siapakah yang telah berdosa sehingga orang ini dilahirkan buta?”tanya para murid kepada sang Guru, “Orang inikah yang berdosa atau orangtuanya?”

Pada saat itu jika ada bayi lahir dalam keadaan buta, maka masyarakat langsung memberi cap bahwa ini adalah kutukan. Itu pasti buah dari perbuatan dosa manusia. Rupanya sang Guru tidak mau ikut-ikutan memberi stigma. “Bukan karena orang ini atau orangtuanya yang berdosa, melainkan karena ada pekerjaan-pekerjaan Allah yang harus dinyatakan di dalam dia, “jelas

sang Guru dengan bijak. “Selagi masih ada waktu, kita yang harus melakukan pekerjaan itu,” lanjut sang Guru.

“Demikian juga kalau melihat kondisi anak-anak yang ada di sini, jangan lantas bertanya ’siapa yang telah berdosa sehingga mereka seperti ini’. Mereka justru sangat istimewa karena dipakai oleh Allah untuk menyatakan pekerjaan-Nya,” papar Sigid Widodo di ruang kerjanya yang cukup sederhana. “Kami justru bersyukur karena dengan bekerja di sini maka kami dapat melihat pekerjaan tangan Tuhan,” lanjutnya wajah cerah.

Setelah diajak berkeliling di Rawinala selama dua jam, kami sungguh menyaksikan tangan Tuhan bekerja dengan dahsyat di sini. Di sini terjadi banyak sebuah mukjizat karena ada banyak orang yang mengalami perubahan hidup di sini. Hal ini tidak hanya dialami oleh para anak

didik, tetapi juga dialami oleh orangtua mereka. Dari yang sebelumnya menolak menjadi orangtua yang menerima keberadaan anak-anak mereka dengan ikhlas. Dari yang sebelumnya terlalu melindungi, menjadi orangtua yang memberi kesempatan anak-anak mereka untuk berkembang sesuai potensinya.

“Sesungguhnya bukan kami yang telah menolong mereka. Justru anak-anak itulah yang banyak memberikan berkat kepada kami,” tutur Sigid Wododo dengan rendah hati.

Gangguan Perkembangan Pervasif

Anak-anak dengan gangguan perkembangan pervasif (pervasif developmental disorder/PDDs) menunjukan hendaknya perilaku atau fungsi pada berbagai area perkembangan. Gangguan ini umumnya menjadi tampak nyata pada tahun-tahun pertama kehidupan dan sering kali dihubungkan dengan retardasi mental. Gangguan ini umumnya diklasifikasikan sebagai bentuk psikosis pada edisi awal DSM. Keanehan dalam berkomunikasi dan perilaku motorik yang stereotip. Type mayor dari gangguan perkembangan pervasif,
- Gangguan Autis (Autisme).
- Gangguan Asperger (Asperger’s disorder) ditunjukan dengan adanya deficit pada interaksi sosial dan perilaku stereotip. Gangguan Asperger tidak melibatkan deficit yang signifikan pada kemampuan bahasa dan kognitif (APA,2000;Szatmari dkk 2000).

Type gangguan perkembangan pervasif yang lebih jarang muncul, mencakup
- Gangguan Rett (Rett’s disorder), gangguan yang dilaporkan hanya terjadi pada wanita, dan
- Gangguan Disintegratif masa kanak-kanak (childhood disintegrative disorder), kondisi yang jarang ada, biasanya muncul pada laki-laki

Gangguan Asperger

GANGGUAN PERKEMBANGAN PERVASIF

Anak-anak dengan gangguan perkembangan pervasif (pervasif developmental disorder/PDDs) menunjukan hendaknya perilaku atau fungsi pada berbagai area perkembangan. Gangguan ini umumnya menjadi tampak nyata pada tahun-tahun pertama kehidupan dan sering kali dihubungkan dengan retardasi mental. Gangguan ini umumnya diklasifikasikan sebagai bentuk psikosis pada edisi awal DSM. Keanehan dalam berkomunikasi dan perilaku motorik yang stereotip.

Type mayor dari gangguan perkembangan pervasif,

  1. Gangguan Autis (Autisme).
  2. Gangguan Asperger (Asperger’s disorder) ditunjukan dengan adanya deficit pada
    interaksi sosial dan perilaku stereotip. Gangguan Asperger tidak melibatkan deficit yang signifikan pada kemampuan bahasa dan kognitif (APA,2000;Szatmari dkk 2000).

Type gangguan perkembangan pervasif yang lebih jarang muncul, mencakup :

  1. Gangguan Rett (Rett’s disorder), gangguan yang dilaporkan hanya terjadi pada wanita.
  2. Gangguan Disintegratif masa kanak-kanak (childhood disintegrative disorder), kondisi yang jarang ada, biasanya muncul pada laki-laki.


Gangguan Asperger

Gangguan Asperger adalah salah satu jenis dari gangguan perkembangan pervasif disamping gangguan autisme.Gangguan ini ditandai oleh kesulitan dalam menjalin relasi sosial yang timbal balik, serta adanya perilaku dan minat yang terbatas. Seringkali tidak dijumpai adanya keterlambatan kemampuan bicara atau berbahasa reseptif.

Kemampuan kognisi, keterampilan menolong diri sendiri dan keingintahuan terhadap lingkungan sekitarnya masih cukup baik. Diagnosis pasti seringkali ditegakkan setelah anak duduk di usia sekolah.

Gejala-gejala :

  1. Ketidak memadai anak dalam menjalin relasi timbal balik walaupun dengan bahasa dan perilaku nonverbal sekalipun, misalnya kontak mata yang sangat kurang, ekspresi muka yang datar, gerak-gerik yang kaku sehingga sulit untuk menjalin interaksi dengan lingkungan sekitarnya.
  2. Ketidakmampuan untuk mengembangkan pola relasi yang adekuat dengan teman sebayanya.
  3. Kekurangmampuan untuk menikmati kesenangan dan ketertarikan bersama dengan kelompoknya atau orang lain. Anak sulit merabarasakan apa yang dirasakan orang lain (sulit berempati).
  4. Ketidakmemadaian dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional yang bersifat timbal balik.
  5. Preokupasi dengan satu atau beberapa minat secara terbatas dan dengan cara yang sangat khas serta berlabihlebihan (baik intensitas maupun fokus yang diberikan).
  6. Gerakan-gerakan yang khas dan berulang-ulang, serta tidak sesuai dengan perilaku anak seusianya.
  7. Terpaku pada suatu kegiatan yang bersifat ritual atau rutinitas.
  8. Perilaku anak sangat tidak fleksibel.
  9. Preokupasi dengan bagian-bagian dari suatu objek.


Sindrom Asperger

Sindrom Asperger atau Gangguan Asperger (SA) merupakan suatu gejala kelainan perkembangan syaraf otak yang namanya diambil dari seorang dokter berkebangsaan Austria, Hans Asperger, yang pada tahun 1944 menerbitkan sebuah makalah yang menjelaskan mengenai pola perilaku dari beberapa anak laki-laki memiliki tingkat intelegensi dan perkembangan bahasa yang normal, namun juga memperlihatkan perilaku yang mirip autisme, serta mengalami kekurangan dalam hubungan sosial dan kecakapan komunikasi. Walaupun makalahnya itu telah dipublikasikan sejak tahun 1940-an, namun Sindrom Asperger baru dimasukkan ke dalam katergori DSM IV pada tahun 1994 dan baru beberapa tahun terakhir Sindrom Asperger tersebut dikenal oleh para ahli dan orang tua.

Seseorang penyandang SA dapat memperlihatkan bermacam-macam karakter dan gangguan tersebut. Seseorang penyandang SA dapat memperlihatkan kekurangan dalam bersosialisasi, mengalami kesulitan jika terjadi perubahan, dan selalu melakukan hal-hal yang sama berulang ulang. Sering mereka terobsesi oleh rutinitas dan menyibukkan diri dengan sesuatu aktivitas yang menarik perhatian mereka. Mereka selalu mengalami kesulitan dalam membaca aba-aba (bahasa tubuh) dan seringkali seseorang penyandang SA mengalami kesulitan dalam menentukan dengan baik posisi badan dalam ruang (orientasi ruang dan bentuk).

Karena memiliki perasaan terlalu sensitif yang berlebihan terhadap suara, rasa, penciuman dan penglihatan, mereka lebih menyukai pakaian yang lembut, makanan tertentu dan merasa terganggu oleh suatu keributan atau penerangan lampu yang mana orang normal tidak dapat mendengar atau melihatnya. Penting untuk diperhatikan bahwa penyandang SA memandang dunia dengan cara yang berlainan. Sebab itu, banyak perilaku yang aneh dan luar biasa yang disebabkan oleh perbedaan neurobiologi tersebut, bukan karena sengaja berlaku kasar atau berlaku tidak sopan, dan yang lebih penting lagi, adalah bukan dikarenakan ‘hasil didikan orang tua yang tidak benar’.

Menurut definisi, penyandang SA mempunyai IQ.normal dan banyak dari mereka (walaupun tidak semua) memperlihatkan pengecualian dalam keterampilan atau bakat di bidang tertentu. Karena mereka memiliki fungsionalitas tingkat tinggi serta bersifat naif, maka mereka dianggap eksentrik, aneh dan mudah dijadikan bahan untuk ejekan dan sering dipaksa temanya untuk berbuat sesuatu yang tidak senonoh. Walaupun perkembangan bahasa mereka kelihatannya normal, namun penyandang SA sering tidak pragmatis dan prosodi. Perbendaharaan kata-kata mereka kadang sangat kaya dan beberapa anak sering dianggap sebagai ‘profesor kecil’. Namun mereka dapat menguasai literatur tapi sulit menggunakan bahasa dalam konteks sosial.

Sifat-sifat dalam belajar dan berperilaku pada murid penyandang Asperger antara lain:

  1. Sindrom Asperger merupakan suatu sifat khusus yang ditandai dengan kelemahan kualitatif dalam berinteraksi sosial. Sesorang penyandang Sindrom Asperger (SA) dapat bergaul dengan orang lain, namun dia tidak mempunyai keahlian berkomunikasi dan mereka akan mendekati orang lain dengan cara yang ganjil (Klin & Volkmar, 1997). Mereka sering tidak mengerti akan kebiasaan sosial yang ada dan secara sosial akan tampak aneh, sulit ber-empati, dan salah menginterpretasikan gerakan-gerakan. Pengidap SA sulit dalam berlajar bersosialisasi serta memerlukan suatu instruksi yang jelas untuk dapat bersosialisasi.
  2. Walaupun anak-anak penyandang SA biasanya berbicara lancar saat mencapai usia lima tahun, namun mereka sering mempunyai masalah dalam menggunakan bahasa dalam konteks sosial ( pragmatik ) dan tidak mampu mengenali sebuah kata yang memiliki arti yang berbeda-beda (semantic) serta khas dalam berbicara /prosodi (tinggi rendahnya suara, serta tekanan dalam berbicara) (Attwood, 1998). Murid penyandang SA bisa jadi memiliki perbendaharaan kata-kata yang lebih, dan sering tak henti-hentinya berbicara mengenai suatu subyek yang ia sukai. Topik pembicaraan sering dijelaskan secara sempit dan orang itu mengalami kesulitan untuk berpindah ke topik lain. Mereka dapat merasa sulit berbicara teratur. penyandang SA dapat memotong pembicaraan orang lain atau membicarakan ulang pembicaraan orang lain, atau memberikan komentar yang tidak relevan serta mengalami kesulitan dalam memulai dan mengakhiri suatu pembicaraan. Cara berbicaranya kurang bervariasi dalam hal tinggi rendahnya suara, tekanan dan irama, dan, bila murid tersebut telah mencapai usia lebih dewasa, cara berbicaranya sering terlalu formal. Kesulitan dalam berkomunikasi sosial dapat terlihat dari cara berdiri yang terlalu dekat dengan orang lain, memandang lama, postur tubuh yang tidak normal, dan tak dapat memahami gerakan-gerakan dan ekspresi wajah.
  3. Murid penyandang SA memiliki kemampuan intelegensi normal sampai di atas rata-rata, dan terlihat berkemampuan tinggi. Kebanyakan dari mereka cakap dalam memperdalam ilmu pengetahuan dan sangat menguasai subyek yang mereka sukai pernah pelajari. Namun mereka lemah dalam hal pengertian dan pemikiran abstrak, juga dalam pengenalan sosial. Sebagai akibatnya, mereka mengalami kesulitan akademis, khususnya dalam kemampuan membaca dan mengerti apa yang dibaca, menyelesaikan masalah, kecakapan berorganisasi, pengembangan konsep, membuat kesimpulan dan menilai. Ditambah pula, mereka sering kesulitan untuk bersikap lebih fleksibel. Pemikiran mereka cenderung lebih kaku. Mereka juga sering kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan, atau menerima kegagalan yang dialaminya, serta tidak siap belajar dari kesalahan-kesalahanya. (Attwood 1998).
  4. Diperkirakan bahwa 50% – 90% dari penyandang SA mempunyai kesulitan dalam koordinasi motoriknya (Attwood 1998). Motorik yang terkena dalam hal melakukan gerakan yang berpindah-pindah (locomotion), kecakapan bermain bola, keseimbangan, cakap menggerakan sesuatu dengan tangan, menulis dengan tangan, gerak cepat, persendian lemah, irama serta daya mengikuti gerakan-gerakan.
  5. Seorang penyandang SA memiliki kesamaan sifat dengan penyandang autisme yaitu dalam menanggapi rangsangan sensori. Mereka bisa menjadi hiper sensitif terhadap beberapa rangsangan tertentu dan akan terikat pada suatu perilaku yang tidak biasa dalam memperoleh suatu rangsangan sensori yang khusus.
  6. Seorang penyandang SA biasanya kelihatan seperti tidak memperhatikan lawan bicara, mudah terganggu konsentrasinya dan dapat / pernah dikategorikan sebagai penyandang ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) sewaktu di-diagnosa dalam masa kehidupan mereka (Myles & Simpson, 1998).
  7. Rasa takut yang berlebihan juga merupakan salah satu sifat yang dihubungkan dengan penyandang SA. Mereka akan sulit belajar menyesuaikan diri dengan tuntutan bersosialisasi di sekolah. Instruksi yang baik dan benar akan membantu meringankan tekanan-tekanan yang dialaminya.


Makna, Penyebab dan Penanganan untuk Anak ASPERGER

* Dikutip dari Dr. Reni Akbar- Hawadi, Psikolog dan wawancara dengan DR. Endang Widyorini M.Si Psikolog Sejarah Asperger

Lorna Wing adalah tokoh pertama yang menggunakan istilah Sindrom Asperger dalam sebuah makalah yang dipublikasikan pada 1981. Ia menggambarkan sekumpulan anak dan orang dewasa yang memiliki karakteristik kecakapan dan perilaku yang untuk pertama kali dijelaskan oleh seorang pediatrik yang berasal dari Wina, Hans Asperger. Dalam tesis doktoral yang dipublikasikan pada 1944, Hans Asperger menggambarkan empat anak laki-laki yang benar-benar tidak lazim dalam kemampuan berinteraksi, linguistik, dan kognitifnya. Pada tahun 1990-an, Sindrom Asperger dipandang sebagai sebuah varian autisme dan kelainan perkembangan pervasif, yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi perkembangan kecakapan dalam rentang yang luas. Kini, Sindrom Asperger dianggap sebagai suatu subkelompok dalam spektrum autistik dan memiliki kriteria diagnostik tersendiri (Attwood, 2002).

Para pengidap Sindrom Asperger mempersepsi dunia secara berbeda. Bagi mereka, semua orang sangat aneh dan membingungkan. Cara mereka dalam mempersepsi dunia kerap membawa mereka ke hal yang bertentangan dengan cara-cara berpikir, berperasaan, dan berperilaku yang konvensional (Attwood, 2002).

Kesulitan anak Asperger dalam besosialisasi dapat membuat mereka menjadi sangat stres di sekolah. Banyak kendala yang akan ditemukan pada saat anak Asperger memasuki masa remaja Untuk menghadapi hal tersebut, orang tua disarankan untuk segera mencari ahli profesional untuk melakukan intervensi yang diperlukan sesegera mungkin dengan berterus terang kepada guru atau kepala sekolah dan membawa referensi dari ahli tersebut.

Tanpa pemberitahuan dari orang tua, pihak sekolah, dan teman-teman sebaya, anak-anak Asperger sulit untuk mengetahui bahwa mereka berbeda. Hal inilah yang biasanya dapat menjadi pemicu terjadinya masalah serius pada anak Asperger. Mereka membutuhkan bantuan untuk menemukan cara beradaptasi dengan dunia sebagaimana mestinya, sehingga mereka dapat memanfaatkan keterampilan khususnya secara konstruktif, menggunakan keterampilan-keterampilan tertentu tanpa berkonflik dengan orang lain, dan sebisa mungkin mampu mencapai kemandirian pada tingkat tertentu dalam kehidupan orang dewasa serta hubungan sosial yang positif (Attwood, 2002).

Apakah Sindrom Asperger (asperger syndrome/AS) berbeda dengan Autism?

Menurut Ibu Endang Widyorini dari Pusat Keberbakatan Universitas Soegijapranata Semarang, Sindrom Asperger adalah sindrom yang mempunyai kecenderungan menyerupai pola perilaku para penderita autis di mana mereka susah berkomunikasi dan berinteraksi sosial namun penderita sindrom ini mempunyai intelegensi dan kemampuan verbal yang normal. Artinya, mereka sehat-sehat saja dan tidak mengalami keterbelakangan mental seperti kebanyakan anak-anak autis

Penderita sindrom Asperger rata-rata memiliki gramatikal dan vocabulary yang cukup baik pada masa awal pertumbuhannya. Hanya saja mereka tidak bisa menerapkan bahasa secara harafiah dan kontekstual atau dengan kata lain tidak mempunyai kemampuan mengungkapkan pesan melalui penggunaan bahasa dengan lancar sehingga mereka susah diterima oleh komunitas sosial. Kita tidak bisa mengerti dan memahami apa yang ingin disampaikannya karena penderita sindrom ini memiliki gangguan sistem saraf sehingga mereka tidak mempunyai koordinasi yang baik untuk berkomunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai orang yang tidak bisa berbahasa dengan lancar, terdengar kaku, sangat formal . Tidak jarang dari mereka mempunyai potensi tersembunyi dalam dirinya dan bahkan mungkin lebih jenius ketimbang orang normal

Penyebab Asperger

Cumine (1999, h.4) menyatakan penyebab Asperger ada kemiripan dengan gangguan Autis yaitu faktor herediter (genetika), faktor komplikasi proses kehamilan atau persalinan, faktor neurochemical dan faktor neurological yang akhirnya menimbulkan disfungsi otak.

Menurut Attwood (2002), hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang memiliki gangguan Asperger, antara lain:

  1. Gangguan pada saat kelahiran atau kehamilan
  2. NeurologisSindrom Asperger merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengacu pada disfungsi struktur dan sistem dalam otak.

Hasil kajian Volkmar, dkk (dalam Attwood. 2005, h.188) mengenai penyebab gangguan Asperger adanya lobus frontal (bagian berbentuk bulat dan menonjol dengan ukuran terbesar serta terletak paling depan dari setiap bgian otak) dan lobus temporal (bagian otak yang mengandung pusat pendengaran) yang tidak berfungsi. Bahkan lobus frontal yang megalami gagguan di awal masa kecil mengakibatkan munculnya gangguan Asperger.

Penanganan untuk anak Asperger

Menurut Attwood (2002), ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi gejala-gejala yang dimunculkan oleh seseorang yang mengalami gangguan Asperger, antara lain:

  1. Bila ada gangguan perilaku sosial, pelajari cara untuk:
    1. Mengawali, memelihara, dan mengakhiri permainan kelompok
    2. Bersikap fleksibel, kooperatif, dan mau bebagi
    3. Mempertahankan kesendirian tanpa mengganggu orang lain
    4. Doronglah seorang teman untuk bermain dengan anak di rumah
    5. Daftarkan anak di perkumpulan-perkumpulan atau kelompok-kelompok
    6. Ajari anak untuk mengamati anak-anak lain untuk menunjukkan hal yang harus dilakukan
    7. Doronglah permainan-permainan yang kompetitif dan kooperatif
    8. Doronglah anak untuk menjalin persahabatan yang prospektif
    9. Sediakan hiburan di saat-saat istirahat
    10. Sediakan guru pendamping
    11. Gunakan kisah-kisah tentang sosial untuk memahami petunjuk-petunjuk dan tindakan-tindakan bagi situasi-situasi sosial tertentu
  2. Bila ada masalah bahasa, bantu anak untuk pelajari :
    1. Komentar-komentar pembuka yang tepat
    2. Cara untuk mencari bimbingan ketika mengalami kebingungan
    3. Ajari petunjuk-petunjuk tentang saat untuk membalas, menginterupsi, atau mengubah topic
    4. Berbisiklah di telinga anak tentang ucapan yang harus dikatakan kepada orang lain
    5. Gunakan kisah-kisah tentang bermasyarakat dan percakapan dalam bentuk komik sebagai suatu representasi lisan atau piktoral pada tingkat komunikasi yang berbeda
    6. Ajarkan bagaimana memodifikasi tekanan, irama, dan nada untuk menekankan kata-kata kunci dan emosi-emosi terkait
  3. Pada masalah minat dan rutinitas :
  4. Masalah koordinasi motorik yang kikuk, bantu anak untuk :
  5. Pada masalah kognisi, bantu anak untuk :
  6. Masalah kepekaan sensoris
  1. Ajari konsep waktu dan jadwal untuk menunjukkan rangkaian aktivitas
  2. Kurangi tingkat kecamasan anak
  1. Memperbaiki keterampilan-keterampilan menangkap dan melempar bola sehingga anak bisa turut bermain bola
  2. Menggunakan perangkat permainan di taman bermain dan tempat berolahraga
  3. Pengawasan dan dorongan untuk memperlambat tempo gerakan
  4. Merujuk pada ahli kesehatan yang relevan
  1. Belajar memahami perspektif dan pikiran-pikiran orang lain dengan menggunakan permainan peran dan instruksi-instruksi
  2. Dorong anak untuk berheni memikirkan perasaan orang lain sebelum mereka bertindak atau berbicara
  3. Belajar untuk meminta pertolongan, terkadang menggunakan sebuah kode rahasia
  4. Periksa apakah anak menggunakan strategi yang tidak konvensional dalam membaca, menulis, atau berhitung
  5. Hindari kritik dan omelan
  1. Minimalkan bunyi yang ada di sekitar kita, khususnya bila sejumlah orang berbicara pada waktu yang sama
  2. Lakukan terapi integrasi sensoris
  3. Kurangi sensitivitas pada area tertentu dengan menggunakan pemijatan dan vibrasi
  4. Hindari cahaya yang terlalu terang
  5. Dorong anak untuk melaporkan rasa sakit yang dialami tubuhnya


Pendidikan Terbaik untuk Anak Asperger

Anak Asperger sering dikaitkan dengan autistic. Tapi anak autis memiliki gangguan interaksi sosial dan komunikasi, juga perilaku dan minat yang sempit. Sedangkan anak asperger sering diebut high fuction autis. Mereka memiliki ciri-ciri autis tapi IQnya tinggi hingga bisa masuk ke sekolah umum. Masalah utamanya adalah kesulitan mereka dalam interaksi sosial, diantara teman-temannya sering dianggap aneh.

Asperger sering tidak disadari oleh orangtuanya hingga anak masuk usia Sekolah Dasar, saat anak harus interaksi dengan temannya. Mereka tidak memiliki masalah bicara seperti anak autis, namun mereka biasa menggunakan bahasa yang kaku atau formal, bukan bahasa sehari-hari. Dari kecil biasanya mereka punya minat yang sangat dalam pada ensiklopedia, kartun jepang, dan sebagainya. Sesudah masuk SD baru dicap aneh karena hanya bisa ngobrol tentang minatnya saja. Aturan sosial sangat pintar, tapi kemampuan sosialnya rendah. Biasanya suka menarik diri, lebih suka sendiri, lebih suka belajar. Dia sebenarnya ingin sekali berteman, tapi karena dia aneh, jadi sering diganggu teman, disuruh apa saja nurut saja.

Pada dasarnya kemampuan yang paling terbatasnya pada anak asperger adalah pada segi sosialisasi. Dia susah membaca situasi sosial. Tidak punya insting sosial, kecerdasan emosinya kurang, empatinya kurang, cara berpikirnya berbeda, emosinya meledak-ledak, dan tingkah lakunya tidak sesuai lingkungan. Sebenarnya karena dia pintar, banyak temannya, tapi biasanya temannya hanya meminta bantuan untuk tanya PR, atau mengerjakan tugas-tugas sekolah

Saat kelihatan dia sulit sosialisasi, orangtua bisa mulai menerangkan tentang aturan-aturan sosial yang sepantasnya, saat sedang berlangsung, misalnya ia menghadiri acara ulangtahun temannya, ia bisa dijelaskan untuk memberi selamat, menyerahkan kado yang dibawanya, dan seterusnya. Selain itu mereka juga bisa diberikan buku social stories, berisi cerpen-cerpen situasi sosial. Bila dibohongi teman tidak langsung berubah karena kurang mengerti.

Untuk membantu anak asperger di sekolah, nomor satu saat anak asperger pada satu sesi dia tidak masuk, guru harus memberi penjelasan pada teman-temannya mengenai kondisi aspergernya. Tugas guru untuk mendorong teman-teman agar dia bisa diterima. Kedua, orangtua bisa menghubungi guru, sehingga guru bisa membantu orangtua mengadaptasi anaknya di sekolah.

Anak asperger dalam akademik tidak bermasalah, orangtua bisa membantu mereka untuk membuat PR. Bila anak suka, ia akan belajar dengan sendirinya, bila tidak suka pelajarannya atau tidak suka gurunya, orangtua harus bisa memberi pengertian pada anak.

Tips praktis membantu anak baik di rumah maupun di sekolah :

  1. Alat bantu visual seperti penjelasan tertulis di papan tulis, gambar-gambar di buku
  2. Jadwal yang rutin dan konsisten, dengan aturan yang jelas, dia akan merasa nyaman dan lebih optimal. Karena dia sangat suka keteraturan dan agak kaku. Buatkan jadwal harian, saat sekolah maupun hari libur
  3. Bila akan ada perubahan jadwal, beritahukan 1 hari sebelumnya. Karena ketidaktahuannya akan jadwal akan membuat dia bingung dan juga cemas. Disinilah letak kerentanannya.
  4. Anak asperger punya masalah sensori, mereka tidak suka tempat yang terlalu ramai/bising. Ketika mereka merasa stimulasi lingkungan berlebihan, mereka melakukan stimulasi diri dengan bicara sendiri atau menggerak-gerakkan tangan atau kakinya. Itu yang membuat dia sering disebut aneh oleh teman-temannya. Padahal tujuannya adalah agar tidak merasa tertekan. Stimulasi diri ini harus dibatasi. Perlu ada ruangan yang dinamakan Save Place, satu ruangan tenang yang bila stresnya terlalu tinggi, ia bisa masuk ke ruangan itu dan menenangkan diri, atau disediakan komputer di kelas atau ia bisa istirahat keluar kelas (di sekolah alam) agar ia bisa melakukan hal yang disukainya
  5. Biasanya anak asperger punya minat tertentu, karena itu sebaiknya digali minatnya. Dengan kemampuan yang didalaminya, dia bisa dimasukkan ke kelompok minat tersebut. Misalnya klub gambar komik, klub olahraga,
  6. Anak asperger biasanya bagus di sekolah. Di luar sekolah bisa tidak usah di leskan lagi. Kecuali bila ia benar-benar kurang di bidang pelajaran itu.
  7. Ia lebih cenderung diam, walau diikutkan kursus kepribadian. Tidak bisa seperti anak normal. Saat remaja, masalahnya sama seperti anak lain, mengalami perubahan emosional, mudah tersinggung. Motivasi berprestasinya tinggi. Ia bisa dibantu untuk bersosialisasi seperti dianjurkan untuk berpakaian mengikuti mode seperti teman-temannya, agar ia bisa tidak dianggap aneh oleh kawan-kawannya, juga diajari soal musik yang sedang tren, gaya bahasa gaul, dan sebagainya.


Keistimewaan Anak Asperger

Banyak berprestasi, tapi sering dianggap aneh. Memiliki kebiasaan yang tidak lazim serta memiliki minat yang sempit. Ketidaklaziman mereka membuat mereka sering dianggap aneh oleh kawan-kawannya di sekolah. Siapakah mereka dengan Asperger itu? Einstein adalah salah satunya. Tokoh lainnya yang tak kalah menakjubkan adalah Bill Gates. Menurut para ahli,baik Einstein maupun Gates, memiliki ciri yang sama yang juga ditemukan pada anak-anak Asperger. Kesamaannya antara lain adalah pada hubungan interpersonal yang tidak biasa (mereka sering sekali penyendiri), dan kebiasaan melakukan gerakan berulang tanpa maksud (Bill Gates sering mengayun-ayunkan kursi duduknya tanpa maksud).

Apakah anda mengetahui ada saudara atau mungkin kawan anda yang kemungkinan adalah anak asperger? Bagaimana mereka bisa dibantu? Bagaimana mengeluarkan potensi terbesar mereka? Jawabannya akan coba diterangkan dalam edisi APSInfo kali ini. Asperger pada dasarnya adalah sejenis autisma. Namun, ada perbedaan yang mencolok. Anak asperger biasanya memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Namun, hanya pada bidang yang mereka anggap menarik saja. Kelebihan ini haruslah bisa dikenali hingga bisa kita bantu untuk dikembangkan. Siapa tahu, anak asperger yang anda kenal sekarang, 10 atau 15 tahun kemudian, akan menjelma menjadi Einstein, atau Bill Gates berikutnya. Siapa tahu bukan?


Prevalansi Sindrom Asperger

Menurut Volkmar, prevalansi gangguan Asperger adalah 1 di antara 10. Kepustakaan lain menyebutkan 20-25 setiap 10.000 orang anak. Angka kejadian Asperger dengan kriteria diagnosis Gillberg & Gillberg (1989) atau dengan kriteria ICD-10 terlihat meningkat. Gillberg & Gillberg memperkirakan peningkatan pada angka 0,26 %. Pada tahun 1991 suatu penelitian menyebutkan prevalansi gangguan Asperger 2,6-3 setiap 1000 anak. Menurut Wing (1978) gangguan Asperger menunjukkan rasio laki-laki banding perempuan sebanyak 15:4, sedangkan menurut Wolf & Barlow (1979) adalah 9:1. Asperger pada anak usia 7-16 tahun adalah 0,71 % ; laki-laki 0,97% dan perempuan 0,44%.


SUMBER:

http://www.apsi-himpsi.org/Artikel/Pendidikan-Terbaik-Ubtuk-Anak-Asperger.php
http://www.apsi-himpsi.org/Artikel/Pendidikan-Terbaik-Ubtuk-Anak-Asperger.php
http://puterakembara.org/apaas.shtml
http://www.kesulitanbelajar.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=12
http://www.masbow.com/2009/11/gangguan-perkembangan-pervasif.html